Lebaran udah tiba, dan tradisi saling meminta maaf dan memaafkan juga dijalankan di hari raya ini. Ini sebetulnya tradisi yg sangat baik karena bisa membuat tali silaturahmi tetap tersambung, tapi sayangnya juga ada budaya gengsi yg amat besar di Indonesia. Gengsi di sini maksudnya gengsi meminta maaf. Nurut orang yg gengsinya gede, minta maaf itu tabu, karena berarti mengakui dirinya salah dan lemah. Daripada dianggap salah, mereka mending tunjuk hidung orang lain dan bebankan kesalahan itu kepadanya. Menurutku orang seperti ini "hebat" karena berhasil mengingkari hati kecilnya sendiri. Nuraninya ditekan sehingga tidak berfungsi.
Aku belajar sesuatu yg mengagumkan justru di Ostrali. Dosen pembimbingku yg tentu saja lebih senior dariku dalam hal usia, pengalaman dan pengetahuan begitu mudahnya minta maaf ke aku kalo dia memang salah. Aku sampe terkaget-kaget! Lho, aku dulu nulis skripsi dua kali di Indonesia, tidak pernah sekalipun dosenku minta maaf untuk kesalahan yg mereka buat. Dan waktu itu aku menerima apa adanya kenyataan ini, karena sudah lumrah kalo dosen di sini ga mau minta maaf ke mahasiswa, ga ada yg aneh. Justru pertamanya aku merasa aneh karena dosen di Ostrali enteng aja minta maaf ke mahasiswa. Itu karena orang sono ga memelihara rasa gengsi, apalagi memperbesar gengsinya, itu tak ada di kamus mereka. Situasi ini sangat menguntungkan karena ketegangan antara dosen & mahasiswa bisa cepat teratasi dan bisa menciptakan suasana kondusif utk studi.
Selamat lebaran, mohon maaf lahir batin.
Thursday, September 9, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.