Garden of words -- sekumpulan kata-kata yang berwarna-warni tumbuh di kebun cyber milikku.

Friday, January 4, 2013

Kucing kuning kugebuk kuat-kuat

Kok ada yg bergerak-gerak di depan dapur? Aku menoleh ke arah sana ... dan ku liat seekor kucing kuning mendekam di lantai. O, ada kucing mampir halaman belakang rumah lagi ya? Memang udah biasa, kucing suka turun ke situ dari genteng. Lalu mereka diam agak lama, dan baru pergi kalo udah dapet makan malam lezat berupa tikus. Bagaimana mereka bisa pergi dari halaman belakangku, padahal dikelilingi oleh tembok tetangga yg tinggi di kiri dan kanan, serta tembokku sendiri setinggi 2 meter di belakang? Ada tangga kayu yg pendek di salah satu sisinya. Dari ujung paling atas tangga itu mereka bisa lompat ke genteng.

Aku kira kucing kuning itu seperti kucing-kucing sebelumnya, bakal pergi dari rumahku sebelum matahari terbit. Ternyata dugaanku keliru, dan dari sanalah penderitaanku dimulai. Besoknya aku liat kucing kuning masih di sana, sembunyi di balik daun-daun lily yg rimbun. Ku biarkan saja, pikirku toh dia bisa sekalian menjaga halaman belakang dari serbuan tikus. Setelah seminggu lebih, dia tidak kunjung pergi, kayaknya malah kerasan di situ. Bahkan dia mulai nakal, suka masuk ke rumah dan mencuri makanan yg ku taruh di meja. Kapan itu aku taruh satu kantong keripik paru di sana, eee pas aku bangun tidur pagi hari, ku liat kantong plastik udah bolong-bolong bekas gigitan kucing dan keripik paru berserakan di lantai. Wah, kucing nakal! Itu makanan favoritku, kok malah diorat-arit di lantai! Terpaksa sisa makanan ini ku buang.

Kapan itu aku tugas ke luar kota selama beberapa hari. Pas pulang, aku agak heran karena rumah berbau aneh ketika pintu depan kubuka. Bau apa nih? Aku nyalakan lampu. Klik! Aku liat ke sekeliling ruang. Waduh! Berantakan sekali. Di bawah meja ada Indomie goreng yg bungkusnya koyak berat dan remah-remah mie bertebaran di lantai. Di depan pintu belakang, racun tikus Hit mengalami nasib sama, bungkusnya koyak dan butiran racun berserakan. Yg paling parah, si kucing makan keduanya sehingga keracunan, jadi apa yg dia makan keluar lagi dan itu dia sebar di beberapa bagian rumahku. Pantas bau rumahku jadi aneh. Pulang dari luar kota dlm keadaan capek, eee harus bersihkan itu semua. Hih, sebel. Sejak itu aku menyatakan perang terhadap kucing kuning itu.

Satu yg aku herankan, bagaimana dia bisa masuk rumah? Wong pintu dan jendela terkunci rapat. Satu-satunya lubang yg memungkinkan dia utk masuk adalah jendela kamar mandi. Karena jendela itu untuk ventilasi, maka diberi dua kaca yg tidak menutup rapat. Jendela sejenis juga ada di kamar tidurku. Tapi kedua jendela itu jaraknya 2,1 meter dari lantai, mana mungkin kucingnya lompat setinggi itu?

Hari-hari berikutnya, makanan yg ada di meja masih saja dia obrak-abrik. Sayang banget, makanan itu akhirnya harus kubuang. Coba se, ku tutup pintu kamar mandi dan kamar tidur, dia bisa masuk rumah ngga? Pas aku pergi lagi beberapa hari, ternyata makananku di meja aman. Tapiiiiii ... pas aku datang dr luar kota dan masuk rumah ... kok bau wangi banget ya? Masa yek-nya si pus wangi kaya gini? Aku liat makanan di meja ... masih utuh! Berarti benar, dia pasti masuk lewat jendela ventilasi. Karena kedua pintu ku tutup, dia ga bisa masuk ruang utama tempat aku simpan makanan. Oh, jadi itulah solusinya utk cegah dia masuk.

Aku buka pintu kamar tidur dan ambil baby doll utk ganti setelah mandi nanti. Aku ambil handuk di halaman belakang, lalu pergi ke kamar mandi. Aku buka pintunya. LHADALAH! Yg namanya Rinso berserakan di lantai, bercampur dg cairan Porstex. Aku memang taruh Rinso di sebuah box plastik di kamar mandi krn ruang itu sekaligus tempat utk mesin cuci. Nah, waktu aku pergi lama, si pus kuning masuk lewat kamar mandi itu tapi ga bisa masuk ke ruang utama utk curi makanan. Mungkin karena jengkel dan putus asa ga dapat makanan, dia bertingkah gila dg mengobrak-abrik isi kamar mandi. Box Rinso jadi jatuh ke lantai dan isinya tumpah ke mana-mana. Begitu pula botol Porstex di lantai, jatuh terlentang dan isinya mengalir ke lantai. Aduuuh, sekali lagi aku harus bersih-bersih pas capek datang dari jauh. Aku jadi semakin tidak suka ke kucing kuning.

Ingin ku usir dia dari rumahku, tapi bagaimana caranya? Menangkap dia dengan tangan kosong jelas tidak mungkin, wong dia gesit sekali. Badannya kecil jadi geraknya cepat. Selain itu dia bisa sembunyi dg mudah krn rumput di halaman belakang sangat tinggi, badannya yg kecil jadi ga keliatan.

"Apa ku kasih potas aja ya kucing ini?" aku bilang ke ortu dan adikku pas kami ngobrol-ngobrol.
"Beli potas tidak mudah, apotik blom tentu ngasih kalo orang biasa yg beli," kata bapakku utk menyatakan tidak setuju secara tidak langsung.
"Ya ngga papa, beli aja sedikiiit sekali, trus bilang kalo itu untuk kucing, bukan buat nyari ikan," kataku.
"Wah, ya repot juga. Nanti kamu harus nyari bangkai kucingnya di mana, trus harus membuangnya juga kan?" Adikku juga ga setuju.

Bisa dimaklumi kalo keluargaku tidak setuju dg ideku utk mempotas kucing, karena kami semua sebetulnya suka kucing (kecuali ibuku yg sangat tidak suka). Bahkan aku pun sayang kucing. Mulai aku kecil sampe kuliah, di rumah pasti adaaa aja kucing peliharaan. Kadang cuma pelihara satu, tapi kadang bisa sepuluh ekor karena beranak pinak. Kami tidak lagi memelihara kucing setelah keponakanku lahir, takutnya kucing menularkan penyakit ke bayi. Meskipun udah ga pelihara, kami masih suka melihat kucing yg lucu-lucu, baik kucing tetangga maupun kucing garong. Tapi kucing kuning yg super nakal dan jahil di belakang rumah amat sangat mengurangi kecintaanku pada kucing. Apalagi kucing kuning itu kayaknya ga ada lucunya blas. Itu kucing remaja, wong badannya ga seberapa besar. Matanya licik dan wajahnya bengis. Tingkahnya sangat menyebalkan dan merugikan, bisa dikategorikan kenakalan remaja versi kucing! Menurutku itu titisan iblis, bukan kucing sungguhan.

Sering aku berdoa untuk minta petunjuk. Bunyinya kira-kira begini, "Tuhan, boleh ngga aku kasih potas ke kucing ini? Dosa ngga kalo aku membunuh kucing yg jelas-jelas udah jadi hama di rumahku? Aku sudah ga tahan lagi. Berikan aku petunjuk, sehingga aku tau apakah aku boleh kasih dia potas." Terus aku ingat nasehat pak Aswandi, yaitu berdoalah untuk minta yg terbaik. Maka aku berdoa supaya ada solusi yg terbaik bagiku dan bagi si kucing kuning. Sehari, dua hari, tiga hari ... seminggu. Kok keadaan tidak berubah ya? Si pus masih suka masuk ke rumah pas aku pergi dan lupa menutup pintu kamar & toilet, lalu menjalankan aksinya nyuri makanan. Tiba-tiba aku dapat ide ... aha! Kenapa ga kasih obat tidur aja ke kucing itu? Kalo kucingnya tidur pules kan aku bisa ambil dia dg mudah dan aku buang dia jauh-jauh dari rumah? Dari mana obat tidur? Aku masih punya CTM yg ku dapat dari resep dokter puskesmas sewaktu aku sakit. Itu obat alergi yg bikin ngantuk. Segera kuambil satu pil CTM, kuhaluskan pake sendok, lalu kuaduk ke kuah ikan. Satu kaleng kecil kuah ikan bercampur CTM ku taruh di belakang rumah, dg harapan kucing itu akan meminumnya dan tertidur.

Esok paginya, aku cek isi kaleng. Kuah ikan yg penuh tinggal separuh, berarti diminum oleh kucing. Lalu aku cek setiap sudut halaman belakang, sambil penuh harap untuk menemukan kucing yg tidur mlungker. Kok ga ada? Berarti kucingnya ga tidur. Pas aku ke sisi kanan halaman, dia mungkin berada di sisi kiri. Pas aku berjalan menuju ke sisi kiri, dia mungkin juga mengendap-endap pindah ke sisi kanan utk menghindariku. Itu mudah utk dia lakukan secara sembunyi-sembunyi karena--spt yg udah aku bilang--rumput di halamanku udah rimbun setinggi lutut. Aku jengkel dan kecewa, rencanaku gagal. Tekadku semakin bulat utk menyingkirkan kucing itu pake potas. Tak ada cara lain!

Aku segera sms adikku utk menumpahkan kekecewaan.

Waaaaa hiks hiks CTM ga mempan, duduh iwak diombe tapi kucinge ijik mentheles ga turu blas.

Beberapa menit kemudian datang sms balasan dr adikku.

Wah ... potas iki wis ... duh deg-degan.

Tekadku yg semula udah bulat, kok tiba-tiba gembos ya ketika baca sms adikku. Aku jadi ikut deg-degan. Potas, ngga, potas, ngga, potas, ngga. Bimbang dan ragu. Mau berangkat ke apotek juga maju mundur. Jadi ngga ya? Akhirnya ga jadi. Malamnya sebelum tidur, pikiranku melayang ke masa lalu. Aku masih kecil, berumur 3 taun, kadang masih digendong ibuku pake jarik. Jaman segitu, aku suka bermain dg dua kucing peliharaan kami, Temo dan Tubi. Temo bulunya hitam mulus kayak macan kumbang, sedangkan Tubi bulunya putih bersih. Keduanya sangat lucu, dan jadi teman bermain yg asyik untukku dan kakak-kakakku. Setelah keduanya tiada, Bei hadir di rumah. Lalu Tung-tung, Meler, Iyeng, Ening, Siwo, Nduty, Gogik ... dan masih banyak lagi. Semuanya lucu-lucu, menyenangkan utk digendong atau dikeloni. Zzzzz. Aku tertidur.

Suatu hari aku pergi lagi, hanya semalam. Besoknya aku pulang, dan sewaktu tiba aku buka pintu biar ada pergantian udara. Ketika membuka pintu kamar mandi ... wah! Apa yg ku liat? Bukan Rinso yg tumpah, karena boxnya udah kusingkirkan dr ruang itu biar ga dipancal kucing lagi. Bukan juga Porstex yg tumpah, tapi kucing kuning yg sembunyi di pojok kamar mandi! Dia mendekam di antara dinding dan ember yg kutaruh di dekatnya. Wajahnya menghadap dinding, sedangkan pantatnya jelas terlihat olehku karena dia emang membelakangiku. Heh, kamu kira aku ga bisa liat kamu ya? Aku tutup pintu pelan-pelan. Cepat, cepat, pikirkan cara utk usir dia dari rumah ini mumpung dia bisa terlihat! Aku ambil tebah, lalu ku tutup semua pintu kecuali pintu samping rumah. Aku harap bisa menggiring dia sampe ke pintu itu sehingga dia bisa keluar ke halaman depan lewat sana. Dg hati dagdigdug dan kaki berjalan mengendap, aku hampiri pintu kamar mandi lagi. Bismillah, inilah saatnya, smuga berhasil...

Ku buka pintu itu, lalu ku takuti kucing kuning dg sabetan tebah. Dia ngacir lari menuju dus di pojok ruang utama, melewati pintu terbuka. Wah, dia ga liat pintu yg terbuka itu saking takutnya dg tebah, tapi malah sembunyi di balik dus. Aku goyang-goyang tebahnya di dekat dus, kucing itu lari ngacir lagi, kembali ke kamar mandi. Lho, pintu terbuka itu dicuekin lagi? Di kamar mandi, tebah kembali beraksi sehingga kucing kuning lari keluar menuju jendela ruang tamu. Dia panjat teralis jendela sehingga dia bisa bertengger di atas, tapi tebah tetap mengikuti langkahnya. Masih panik, dia akhirnya turun ke bagian bawah jendela. Ku pukul kucing itu kuat-kuat pake gagang tebah. Buk, buk, buk! Dia kewalahan dan ndaplang di lantai sambil pamer taring dan kuku ke arahku, mulutnya tidak berhenti menggeram. Heh, ga takut, tau! Gue lebih besar dari elu! Dia terus ku pukuli. Satu, dua, tiga, empat ... sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu. Wah, kuat juga ya aku, bisa mukul segitu kali. Aku buka pintu depan yg berada di dekatnya, lalu ku dorong-dorong dia pake gagang tebah supaya keluar dari rumahku. Setelah tubuhnya terdorong ke teras, langsung ku tutup pintu, dhuerrr! Huah, lega, akhirnya berhasil juga mengusir si hama yg udah meneror aku selama berminggu-minggu. Malam itu aku tidur nyenyak.

Besoknya aku menyapu teras depan sekitar jam 6am. Eh ... apa itu di pojok halaman depan? Kucing itu masih ada! Segera ku buka pintu pagar, lalu tanpa babibu ku kejar kucing itu dengan sapu yg terayun. Berhasil ... dia akhirnya lari tunggang langgang ke jalan. Sejak itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Jangan sampai dia kembali ke sini. Sapu dan tebahku udah menunggu....

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.