Thursday, February 25, 2010
A place called home
Setiap kali berbincang tentang rumah dinas, pendapatku kok selalu berseberangan dengan pendapat orang lain ya?
Sekarang kan lagi tren, rumah dinas milik instansi pemerintah mana pun harus dikembalikan kepada instansi tersebut apabila penghuninya sudah pensiun. Begitu banyak penghuni yng bersikeras tidak mau meninggalkan rumah dinas. Alasan mereka dapat dipahami. Menurut peraturan, apabila ada orang yg bekerja di suatu instansi pemerintah dan mendapat rumah dinas, dia boleh tinggal di situ hingga meninggal, bahkan pasangannya (istri/suami) pun masih boleh menempati rumah itu hingga si pasangan meninggal. Peraturan ini lah yg dijadikan tameng utk para penghuni rumah dinas agar dapat terus tinggal di situ dan menolak pindah meski instansi meminta rumah dinas itu kembali.
Mungkin mereka lupa, peraturan itu dibuat oleh manusia. Peraturan di kitab suci memang tidak boleh diganggu gugat, tapi peraturan pemerintah bisa saja berubah mengikuta perkembangan jaman. Dulu taun 1960an atau 1970an jumlah dosen sangat sedikit, dan tanah di universitas berlebih sehingga masih memungkinkan utk mengakomodasi tempat tinggal semua dosen. Tapi setelah terjadi ledakan jumlah penduduk, jumlah dosen dan mahasiswa membengkak drastis sehingga uni memerlukan lebih banyak space utk membangun gedung kuliah, aula, dan sarana lain. Wajar kalo yg digusur adalah rumah dinas, demi memberi tempat bagi bangunan lain.
Aku dan ortu tidak keberatan rumah dinas diambil kembali oleh UM dg pertimbangan di atas. Kalo pun ada tetangga yg jutek berat kepada kami sampe mengeluarkan kata-kata pedas karena kami langsung pindah begitu UM meminta, ya tidak apa-apa. Kami terima dengan lapang dada. Kami hanya mematuhi peraturan UM dan pemerintah. Menurut kami, pindah rumah itu lah hal yg paling benar utk kami lakukan, yg bisa kami pertanggungjawabkan di dunia & akhirat.
Rumah dinas itu penuh kenangan, krn aku tinggal di situ sejak kecil. Banyak sekali hal-hal yg terjadi di sana dan membentuk aku seperti sekarang ini. Karena itu sampai kapan pun aku menganggap rumah dinas itu my home, meskipun rumah itu diisi meja kursi untuk kantor, atau pun didemolisi utk mendirikan bangunan yg sama sekali baru.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.