Garden of words -- sekumpulan kata-kata yang berwarna-warni tumbuh di kebun cyber milikku.

Thursday, May 26, 2011

Greed is the root of evil

Dua orang ini sama persis, padahal mereka tinggal berjauhan dan tidak saling mengenal. Satu di Surabaya dan satu di Malang, tapi kok bisa ya banyak banget kesamaannya. Mereka sama-sama kaya-raya dengan rumah besoaaarrr, berlantai dua dengan ruang di tengahnya yg memungkinkan orang di lantai atas untuk melihat bagian bawah rumah, persis rumah mewah di sinetron. Mobilnya? Ya pasti sedan mulus yang kinclong. Barang-barang lain juga tidak kalah mewah dan bagus. Masa iya rumah sekelas sinetron pake barang sekelas kaki lima? Tak mungkin lah.

Kesamaan mereka tidak hanya sebatas itu, tapi juga ada yang lain: dua-duanya jutek ke aku karena iri. Tetanggaku iri karena aku berhasil beli rumah yg kutempati sekarang dg harga sangat miring, padahal dia dulu menawar rumah ini ke pemilik lama dg harga lebih tinggi tapi tidak dikasih. Sedangkan kolegaku iri karena aku dilibatkan di tugas-tugas yang HRnya lumayan, tapi dia tidak karena memang level pendidikannya tidak memenuhi syarat. Akibatnya mereka super jutek ke aku dan menunjukkan gelagat yang tidak enak sampai sekarang. Rasa iri itu tidak hanya disimpan tentunya, tapi diungkapkan langsung ke aku.

Oalah ibu-ibu elit ini...hidup sekali aja kok dibikin masalah. Bu, kenapa tidak bersyukur aja atas semua yg kalian miliki. Coba deh bandingkan apa yg kalian miliki dg apa yg aku miliki. Jauh bok! Rumah tetanggaku ini besar banget, dua kapling. Di sebelahnya adalah kos-kosan punya dia juga, dan dua kapling juga. Kebayang ngga besarnya? Lha kalo dibanding rumahku, ya punyaku cuma seujung kuku, wong itu cuma satu kapling. Udah gitu banyak bagian yg keropos dan jebol karena kosong dlm waktu lama sebelum ku beli. Kualitas bangunannya ya gitu deh. Terus soal duit, kolegaku ini sangat doyan nerima HR. Saking doyannya, HR punya orang lain pun ikutan diitung dan diurusi, meskipun sebetulnya itu bukan urusan dia sama sekali. Kalo ada "kesenjangan" mulailah dia lancarkan sindiran (yg tidak pernah halus).

Sebetulnya kalo mereka mau duduk dg tenang dan berpikir dg jernih, mereka tidak akan pernah merasa iri atas apa yg aku miliki ato terima karena sebetulnya yg mereka miliki jauh lebih banyak. Mereka akan justru sangat bersyukur kalo meliat aku. Mereka mo bikin kue bisa krn punya oven, mo duduk santai di rumah bisa krn banyak kursi dan sofa, mo beli es krim 2 liter juga bisa krn punya kulkas buat simpan, mo beli barang-barang mahal bisa banget tanpa harus mikir kredit yg harus dilunasi, mo berlibur ke Italia lagi bisa krn emang dana berlibur sangat berlebih, dll dll dll.

Apa yg mereka miliki sudah lebih dari cukup, ato boleh dibilang jumlah lebihnya bukan kuadrat lagi tapi pangkat 10, saking banyaknya. Itu sebetulnya alasan yg sangat tepat dan kuat untuk bersyukur, bahwa hidupnya sangat nyaman dan berkecukupan. Tapi kata bersyukur kayaknya tidak ada dalam kamus mereka, sehingga sifat greedy lebih dominan. Selalu merasa kurang ... kurang ... dan kurang. Mending kalo ngerasa amal baiknya yg kurang, ini ngga, malah memandang hal-hal duniawi aja yg kurang. Ga takut tah umur kita semakin berkurang tiap tahun, berarti apanya yg semakin dekat? Kan mending siap-siap buat itu. Hal-hal duniawi kan ga bakal dibawa? Dan juga ga bakal diitung nantinya? Stop being greedy and start to be grateful!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.