Garden of words -- sekumpulan kata-kata yang berwarna-warni tumbuh di kebun cyber milikku.

Sunday, September 30, 2012

That lecturer

Oh, ibu itu ya? Aku lihat dia berdiri di pinggir jalan untuk menunggu angkot. Aku masih ingat betul wajahnya, meskipun udah agak lupa namanya. Siapa namanya, itu tidak penting, tapi ada sesuatu yg penting untuk diceritakan ttg dia.

Aku bertemu dia selama beberapa taun sewaktu aku masih mengajar di sebuah PTS di Malang, taun 1992-1997. Dia sendiri sebetulnya dosen tetap sebuah PTN, tapi bekerja sebagai dosen luar biasa di PTS itu. Beberapa kali aku berbincang ringan dengan dia kalo pas ketemu di kantor PTS tersebut sebelum masuk kelas. Dia emang orang yg pede, dari cara bicaranya aja keliatan. Pernah suatu kali dia cerita bahwa dia belajar di fakultas kedokteran UB, tapi hanya setaun lalu berhenti. Ga tau kenapa, aku juga lupa. I wasn't impressed. Biarpun dia ngaku pernah sekolah di fakultas kedokteran, bagiku dia adalah dosen bahasa Inggris jadi kuliahnya pun juga bahasa Inggris. Kalo dia merasa dirinya lain dan 'lebih' dibanding dosen-dosen di kantor itu, ya urusan dia lah.

Suatu hari--dan ini lah yg mo aku ceritakan--dia mendekati aku di kantor. Dia bilang bahwa aku membuat dia takut. Lho? Apa penyebabnya? Aku kan heran, kenapa tiba-tiba dia bilang begitu. "Yah, mahasiswa pada bilang ke saya tentang ibu. Saya jadi takut." Aku tentunya penasaran, aku menakutkan dalam konteks apa. Setelah aku bolak-balik tanya dia, akhirnya dia bilang begini, "Tiap awal semester saya selalu tanya ke mahasiswa di tiap kelas yg saya ajar, apa kekurangan dosen-dosen yg mengajar mereka di semester sebelumnya, sehingga saya bisa menghindari kekurangan itu. Nah, jawaban mahasiswa ketika saya tanya mereka tentang ibu, membuat saya takut." Dia tidak mau beritau apa jawaban mahasiswa, meskipun aku mendesak dia untuk mengulangi apa yg udah dikatakan mahasiswa. Akhirnya aku tanya ke mahasiswa langsung, apa yg mereka katakan ke dia. Ternyata: aku dibilang galak banget. Oooo gitu to, makanya dia bilang takut ama aku.

Eh, bu, kalo aku boleh usul, mending pertanyaan itu diganti aja deh. Menurutku itu kurang efektif. Begini, tiap orang pasti punya kekurangan. Misalnya, aku punya kekurangan A, B dan C, sedangkan kamu punya kekurangan X, Y dan Z. Nah, kalo tanya mahasiswa apa kekuranganku dan dijawab A-B-C, kamu memang bisa menghindari kekurangan itu. Tapi bagaimana nasib kekuranganmu sendiri, yaitu X-Y-Z? Masih tetap ada kan? Itu karena kamu menolak untuk mengetahui kekuranganmu sendiri. Takut atau jaim atau apa lah untuk mengakui bahwa dirinya sendiri punya kekurangan. Memang lebih enak dan nyaman liat kekurangan orang lain, apalagi sampe dibahas di depan publik gitu ya, sehingga berujung gunjingan. Kamu mau tah kalo diperlakukan seperti itu? Kekurangannya dibuka di depan umum dan dibahas berpanjang-panjang. Pasti jawabnya 'tidak'. Makanya mending tanya ke orang lain, apa kekurangan dirimu sendiri, dan berlapang dada mengakuinya sertai berniat baik untuk memperbaikinya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.