"Mbak, saya minta rujukan untuk periksa mata," kataku ke asistennya dokter umum.
"Keluhannya apa?"
"Pandangan kabur kalo buat baca, mungkin saya perlu kacamata."
Segera dia buatkan surat rujukan, yang aku bawa setelah ditandatangani oleh dokternya. Sebetulnya aku agak sedih ketika menerima surat rujukan itu. Aku merasa, aduh kok aku udah tua ya. Rambut udah beruban di sana sini, selulit juga ada di sana-sini, mo nurunkan berat badan 1 kilo aja udah susah banget, siku sebelah kanan udah ga bisa dipake angkat yg berat-berat krn arthritis, dikit-dikit batuk, etc. Dan sekarang mo baca aja tulisan jadi kabur? Maxudnya bukan tulisannya yg kabur pergi, tapi nampak agak dobel gitu. Berarti harus dibantu kacamata ya, kalo pas baca.
Tadi pagi aku pergi ke RSU dengan membawa surat rujukan, terus antre di poli mata setelah mendaftar. Tidak lama kemudian aku dipanggil dan diminta masuk ke ruang periksa. Ada 3 dokter mata di situ, mungkin spesialisasinya lain-lain ya. Seorang dokter pria mengambil map berkasku dan memintaku utk duduk dan meletakkan dagu di sebuah alat. Di dalamnya aku melihat foto pemandangan, terus pak dokter kayaknya memotret mataku, karena aku dengar bunyi klik. Setelah itu aku diminta baca huruf dg mata kiri tertutup, lalu baca angka dengan mata kanan tertutup. Ga ada masalah, huruf dan angka yg paling buesar sampe yg paling kuecil bisa kubaca dg baik. Lalu pak dokter berikan sebuah teks dg ukuran font yg agak kecil, kayaknya itu Times New Roman 10pt. Aku diminta baca teks itu sambil pake kacamata yg dia beri. Lensanya bolak-balik dia ganti, mungkin ada lensa plus, minus dan nol.
"Pake lensa ini jelas ndak tulisannya?" tanya dia.
"Kabur sekali, ngga keliatan," jawabku.
Lensa diganti.
"Kalo pake lensa ini bagaimana?"
"Ya, tulisannya jelas."
Lensa diganti lagi.
"Kalo pake ini?"
"Agak kabur."
"Coba kacamatanya dilepas. Enak mana baca pake kacamata dan tanpa kacamata?"
Kacamata ku lepas.
"Enak ga pake kacamata. Lebih jelas."
Pak dokter keliatan bingung. Dia menghampiri rekannya di meja pojok ruang, bisik-bisik bentar, lalu keduanya menghampiriku. Rekannya, dokter mata wanita, memasang kacamata ke wajahku.
"Ibu coba baca ini, kabur ndak?" tanya bu dokter.
"Iya, kabur."
"Kaburnya bagaimana?"
"Tulisannya keliatan agak dobel."
"Coba tulisan agak ibu jauhkan. Jaraknya seberapa sampe bisa terlihat jelas?"
Aku mundurkan teksnya sehingga tidak kabur lagi.
"Nah, segini jadi ga kabur," kataku, lalu kumajukan teksnya sedikiiit, "Kalo jaraknya segini jadi kabur."
"O gitu. Memang jarak membaca yg bagus harusnya 30 cm."
Bwahahaha...aku jadi ketawa. Mana ku tau kalo jarak minimum 30 cm? Jadi critanya mungkin gini. Dokternya tadi bingung krn pandanganku kabur kalo dikasih kacamata plus atau minus, tapi malah jelas kalo dikasih kacamata nol. Trus kenapa aku mengeluh pandangan kabur, ya udah ketemu itu tadi, yaitu jarak antara mata dan tulisan terlalu dekat! Kalo jaraknya 30 cm dan tulisan masih terlihat jelas, berarti penglihatanku masih normal. Gitu loh.
Untuk memastikan mataku sehat, dokternya bilang dia mo liat syaraf mataku. Dengan sebuah alat kecil bersenter, dia mengintip kedua mataku dari jarak dekat, sehingga wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku. Wah, untung dokternya wanita. Kalo dokternya pria, aku bisa njegrik!
"Syarafnya bagus, bu," kata bu dokter.
Horeeee...alhamdulillah mata dan penglihatanku ternyata masih baik, dan ga perlu kacamata. Berarti aku ga jadi merasa tua dong. Kesimpulannya apa, dari kasus ini? Kalo anda membaca dan pandangan kabur, masalahnya mungkin tidak terletak di mata anda, tapi justru TANGAN anda. Tangannya agak jauh yaaaaaa kalo pegang tulisan...
Wednesday, January 9, 2013
Tuesday, January 8, 2013
Falling stars
Bintang-bintang akan berjatuhan pada minggu pertama tahun ini, begitu bunyi berita yang ku baca di Yahoo mengenai hujan meteor Quadrantid. Peristiwa angkasa ini akan dimulai pada hari Rabu malam, dan akan mencapai puncaknya pada hari Kamis dini hari, sekitar pukul 4. Pada saat itu, diperkirakan sekitar 40 bintang jatuh akan terlihat dalam waktu satu jam. Luar biasa, empat puluh bintang jatuh! Melihat satu saja aku sudah takjub, bagaimana ya rasanya melihat empat puluh?
Segera ku catat Kamis dini hari dalam hati, karena aku sangat antusias untuk melihat bintang jatuh lagi. Aku harus bangun dini hari untuk melihatnya, jangan sampai tertidur dan melewatkan kesempatan bagus itu. Selama ini aku sering memohon dalam hati, "Tuhan, kalau Engkau mengijinkan, aku ingin melihat bintang jatuh lagi." Mungkinkah berita yang ku baca tadi merupakan jawaban dari doaku?
Hari Rabu malam, sebelum tidur aku setel weker bergambar Mickey Mouse sehingga dia akan berdering pukul 3 dini hari. Semoga aku besok bisa bangun pagi dan melihat bintang-bintang jatuh di angkasa, seperti waktu itu di Melbourne. Semoga. Memang ada kemungkinan bintang jatuh tidak terlihat, yaitu apabila bulan bersinar terlalu terang sehingga mengalahkan binar bintang. Tapi semoga besok bulan mau sedikit meredup, agar aku bisa melihat bintang jatuh.
Beeeeeep ... weker berbunyi. Aku buka mata dan langsung turun dari tempat tidur untuk mematikan weker. Lampu teras depan dan belakang aku matikan juga. Memang begitulah keadaan yg ideal untuk melihat bintang jatuh, yaitu lampu harus padam dan sekitar kita harus gelap. Dalam kegelapan aku menatap langit, dengan hati penuh harap. Adakah bintang jatuh di sana?
Ternyata tidak. Jangankan bintang jatuh, bintang biasa pun tak terlihat satu pun. Langit tampak kelabu tertutup awan mendung. Sedikit pun mendung tidak menyisakan celah untukku agar bisa melihat langit dan bintang. Ternyata bukanlah bulan yang membuat bintang jatuh tak nampak, melainkan awan.
Tak apa. Doaku telah terjawab. Aku berdoa agar dapat melihat bintang jatuh lagi, dan jawabannya adalah: saat ini belum waktunya. Apakah aku akan melihatnya suatu saat nanti? Tidak tahu, bukan aku yang menentukan.
Aku tidak kecewa karena gagal melihat bintang jatuh awal tahun ini. Bintang jatuh tetaplah bintang jatuh. Meski tak nampak, di balik awan mendung itu sang bintang tetaplah melesat melintasi langit kelam dengan memamerkan ekornya yang terang. Setebal dan sekelabu apa pun awan, tetap saja di atasnya bintang-bintang terang berjatuhan. Seperti juga manusia. Orang yang melakukan suatu perbuatan dengan niat baik akan dianggap baik, meskipun semua itu berusaha untuk ditutupi orang lain dengan cemoohan, cibiran, hinaan maupun fitnah. Sekeji apa pun orang lain mencemooh, mencibir, menghina ataupun memfitnah, sebuah perbuatan baik tetaplah perbuatan baik.
Segera ku catat Kamis dini hari dalam hati, karena aku sangat antusias untuk melihat bintang jatuh lagi. Aku harus bangun dini hari untuk melihatnya, jangan sampai tertidur dan melewatkan kesempatan bagus itu. Selama ini aku sering memohon dalam hati, "Tuhan, kalau Engkau mengijinkan, aku ingin melihat bintang jatuh lagi." Mungkinkah berita yang ku baca tadi merupakan jawaban dari doaku?
Hari Rabu malam, sebelum tidur aku setel weker bergambar Mickey Mouse sehingga dia akan berdering pukul 3 dini hari. Semoga aku besok bisa bangun pagi dan melihat bintang-bintang jatuh di angkasa, seperti waktu itu di Melbourne. Semoga. Memang ada kemungkinan bintang jatuh tidak terlihat, yaitu apabila bulan bersinar terlalu terang sehingga mengalahkan binar bintang. Tapi semoga besok bulan mau sedikit meredup, agar aku bisa melihat bintang jatuh.
***
Beeeeeep ... weker berbunyi. Aku buka mata dan langsung turun dari tempat tidur untuk mematikan weker. Lampu teras depan dan belakang aku matikan juga. Memang begitulah keadaan yg ideal untuk melihat bintang jatuh, yaitu lampu harus padam dan sekitar kita harus gelap. Dalam kegelapan aku menatap langit, dengan hati penuh harap. Adakah bintang jatuh di sana?
Ternyata tidak. Jangankan bintang jatuh, bintang biasa pun tak terlihat satu pun. Langit tampak kelabu tertutup awan mendung. Sedikit pun mendung tidak menyisakan celah untukku agar bisa melihat langit dan bintang. Ternyata bukanlah bulan yang membuat bintang jatuh tak nampak, melainkan awan.
Tak apa. Doaku telah terjawab. Aku berdoa agar dapat melihat bintang jatuh lagi, dan jawabannya adalah: saat ini belum waktunya. Apakah aku akan melihatnya suatu saat nanti? Tidak tahu, bukan aku yang menentukan.
Aku tidak kecewa karena gagal melihat bintang jatuh awal tahun ini. Bintang jatuh tetaplah bintang jatuh. Meski tak nampak, di balik awan mendung itu sang bintang tetaplah melesat melintasi langit kelam dengan memamerkan ekornya yang terang. Setebal dan sekelabu apa pun awan, tetap saja di atasnya bintang-bintang terang berjatuhan. Seperti juga manusia. Orang yang melakukan suatu perbuatan dengan niat baik akan dianggap baik, meskipun semua itu berusaha untuk ditutupi orang lain dengan cemoohan, cibiran, hinaan maupun fitnah. Sekeji apa pun orang lain mencemooh, mencibir, menghina ataupun memfitnah, sebuah perbuatan baik tetaplah perbuatan baik.
Saturday, January 5, 2013
Lestarikan budaya asli Indonesia (1)
Pas lewat gang 6 Lidah Wetan, aku menemui sesuatu yg menarik, yaitu kuburan. Ngeri? Nggak juga. Di kompleks pemakaman sederhana itu aku temui sebuah makam yg lain dari yg lain. Ada sepasang batu nisan dari traso, dan di sebelah salah satu nisannya terdapat sebuah kendi dan sepotong ranting.
Baik kendi, ranting maupun batu nisan dicat dengan warna merah tua. Aku tidak tau apa maknanya, dan pernah ku tanyakan ke beberapa orang yang sedang berkumpul di gerbang makam, jawabnya, "Ya menurut kepercayaan penduduk sini memang begitu."
Didekat makam berkendi, ada juga yang batu nisannya dibungkus kain putih, seperti ini nih ...
Apa maksud dari kain putih itu, aku juga tidak tahu. Kalau kedua makam ini ketahuan FPI, mungkin anggotanya sudah ngomel macam-macam yang bernada negatif. Tapi menurutku tidak ada yg perlu dipersepsi secara negatif, wong ini cuma cara orang Jawa menghormati leluhurnya. Toh kuburan ini juga tidak disembah. Benda-benda seperti kendi, ranting atau kain hanya berfungsi sebagai hiasan. Ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Di mana lagi di dunia ini ada makam yg diberi kendi, kalo ngga di Indonesia? Kan kendi hanya terdapat di Indonesia?
Mari kita lestarikan budaya asli Indonesia. Janganlah kita sibuk melestarikan budaya asing yg menyerbu negeri kita, tapi budaya asli malah tergeser...
Baik kendi, ranting maupun batu nisan dicat dengan warna merah tua. Aku tidak tau apa maknanya, dan pernah ku tanyakan ke beberapa orang yang sedang berkumpul di gerbang makam, jawabnya, "Ya menurut kepercayaan penduduk sini memang begitu."
Didekat makam berkendi, ada juga yang batu nisannya dibungkus kain putih, seperti ini nih ...
Apa maksud dari kain putih itu, aku juga tidak tahu. Kalau kedua makam ini ketahuan FPI, mungkin anggotanya sudah ngomel macam-macam yang bernada negatif. Tapi menurutku tidak ada yg perlu dipersepsi secara negatif, wong ini cuma cara orang Jawa menghormati leluhurnya. Toh kuburan ini juga tidak disembah. Benda-benda seperti kendi, ranting atau kain hanya berfungsi sebagai hiasan. Ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Di mana lagi di dunia ini ada makam yg diberi kendi, kalo ngga di Indonesia? Kan kendi hanya terdapat di Indonesia?
Mari kita lestarikan budaya asli Indonesia. Janganlah kita sibuk melestarikan budaya asing yg menyerbu negeri kita, tapi budaya asli malah tergeser...
Friday, January 4, 2013
Kucing kuning kugebuk kuat-kuat
Kok ada yg bergerak-gerak di depan dapur? Aku menoleh ke arah sana ... dan ku liat seekor kucing kuning mendekam di lantai. O, ada kucing mampir halaman belakang rumah lagi ya? Memang udah biasa, kucing suka turun ke situ dari genteng. Lalu mereka diam agak lama, dan baru pergi kalo udah dapet makan malam lezat berupa tikus. Bagaimana mereka bisa pergi dari halaman belakangku, padahal dikelilingi oleh tembok tetangga yg tinggi di kiri dan kanan, serta tembokku sendiri setinggi 2 meter di belakang? Ada tangga kayu yg pendek di salah satu sisinya. Dari ujung paling atas tangga itu mereka bisa lompat ke genteng.
Aku kira kucing kuning itu seperti kucing-kucing sebelumnya, bakal pergi dari rumahku sebelum matahari terbit. Ternyata dugaanku keliru, dan dari sanalah penderitaanku dimulai. Besoknya aku liat kucing kuning masih di sana, sembunyi di balik daun-daun lily yg rimbun. Ku biarkan saja, pikirku toh dia bisa sekalian menjaga halaman belakang dari serbuan tikus. Setelah seminggu lebih, dia tidak kunjung pergi, kayaknya malah kerasan di situ. Bahkan dia mulai nakal, suka masuk ke rumah dan mencuri makanan yg ku taruh di meja. Kapan itu aku taruh satu kantong keripik paru di sana, eee pas aku bangun tidur pagi hari, ku liat kantong plastik udah bolong-bolong bekas gigitan kucing dan keripik paru berserakan di lantai. Wah, kucing nakal! Itu makanan favoritku, kok malah diorat-arit di lantai! Terpaksa sisa makanan ini ku buang.
Kapan itu aku tugas ke luar kota selama beberapa hari. Pas pulang, aku agak heran karena rumah berbau aneh ketika pintu depan kubuka. Bau apa nih? Aku nyalakan lampu. Klik! Aku liat ke sekeliling ruang. Waduh! Berantakan sekali. Di bawah meja ada Indomie goreng yg bungkusnya koyak berat dan remah-remah mie bertebaran di lantai. Di depan pintu belakang, racun tikus Hit mengalami nasib sama, bungkusnya koyak dan butiran racun berserakan. Yg paling parah, si kucing makan keduanya sehingga keracunan, jadi apa yg dia makan keluar lagi dan itu dia sebar di beberapa bagian rumahku. Pantas bau rumahku jadi aneh. Pulang dari luar kota dlm keadaan capek, eee harus bersihkan itu semua. Hih, sebel. Sejak itu aku menyatakan perang terhadap kucing kuning itu.
Satu yg aku herankan, bagaimana dia bisa masuk rumah? Wong pintu dan jendela terkunci rapat. Satu-satunya lubang yg memungkinkan dia utk masuk adalah jendela kamar mandi. Karena jendela itu untuk ventilasi, maka diberi dua kaca yg tidak menutup rapat. Jendela sejenis juga ada di kamar tidurku. Tapi kedua jendela itu jaraknya 2,1 meter dari lantai, mana mungkin kucingnya lompat setinggi itu?
Hari-hari berikutnya, makanan yg ada di meja masih saja dia obrak-abrik. Sayang banget, makanan itu akhirnya harus kubuang. Coba se, ku tutup pintu kamar mandi dan kamar tidur, dia bisa masuk rumah ngga? Pas aku pergi lagi beberapa hari, ternyata makananku di meja aman. Tapiiiiii ... pas aku datang dr luar kota dan masuk rumah ... kok bau wangi banget ya? Masa yek-nya si pus wangi kaya gini? Aku liat makanan di meja ... masih utuh! Berarti benar, dia pasti masuk lewat jendela ventilasi. Karena kedua pintu ku tutup, dia ga bisa masuk ruang utama tempat aku simpan makanan. Oh, jadi itulah solusinya utk cegah dia masuk.
Aku buka pintu kamar tidur dan ambil baby doll utk ganti setelah mandi nanti. Aku ambil handuk di halaman belakang, lalu pergi ke kamar mandi. Aku buka pintunya. LHADALAH! Yg namanya Rinso berserakan di lantai, bercampur dg cairan Porstex. Aku memang taruh Rinso di sebuah box plastik di kamar mandi krn ruang itu sekaligus tempat utk mesin cuci. Nah, waktu aku pergi lama, si pus kuning masuk lewat kamar mandi itu tapi ga bisa masuk ke ruang utama utk curi makanan. Mungkin karena jengkel dan putus asa ga dapat makanan, dia bertingkah gila dg mengobrak-abrik isi kamar mandi. Box Rinso jadi jatuh ke lantai dan isinya tumpah ke mana-mana. Begitu pula botol Porstex di lantai, jatuh terlentang dan isinya mengalir ke lantai. Aduuuh, sekali lagi aku harus bersih-bersih pas capek datang dari jauh. Aku jadi semakin tidak suka ke kucing kuning.
Ingin ku usir dia dari rumahku, tapi bagaimana caranya? Menangkap dia dengan tangan kosong jelas tidak mungkin, wong dia gesit sekali. Badannya kecil jadi geraknya cepat. Selain itu dia bisa sembunyi dg mudah krn rumput di halaman belakang sangat tinggi, badannya yg kecil jadi ga keliatan.
"Apa ku kasih potas aja ya kucing ini?" aku bilang ke ortu dan adikku pas kami ngobrol-ngobrol.
"Beli potas tidak mudah, apotik blom tentu ngasih kalo orang biasa yg beli," kata bapakku utk menyatakan tidak setuju secara tidak langsung.
"Ya ngga papa, beli aja sedikiiit sekali, trus bilang kalo itu untuk kucing, bukan buat nyari ikan," kataku.
"Wah, ya repot juga. Nanti kamu harus nyari bangkai kucingnya di mana, trus harus membuangnya juga kan?" Adikku juga ga setuju.
Bisa dimaklumi kalo keluargaku tidak setuju dg ideku utk mempotas kucing, karena kami semua sebetulnya suka kucing (kecuali ibuku yg sangat tidak suka). Bahkan aku pun sayang kucing. Mulai aku kecil sampe kuliah, di rumah pasti adaaa aja kucing peliharaan. Kadang cuma pelihara satu, tapi kadang bisa sepuluh ekor karena beranak pinak. Kami tidak lagi memelihara kucing setelah keponakanku lahir, takutnya kucing menularkan penyakit ke bayi. Meskipun udah ga pelihara, kami masih suka melihat kucing yg lucu-lucu, baik kucing tetangga maupun kucing garong. Tapi kucing kuning yg super nakal dan jahil di belakang rumah amat sangat mengurangi kecintaanku pada kucing. Apalagi kucing kuning itu kayaknya ga ada lucunya blas. Itu kucing remaja, wong badannya ga seberapa besar. Matanya licik dan wajahnya bengis. Tingkahnya sangat menyebalkan dan merugikan, bisa dikategorikan kenakalan remaja versi kucing! Menurutku itu titisan iblis, bukan kucing sungguhan.
Sering aku berdoa untuk minta petunjuk. Bunyinya kira-kira begini, "Tuhan, boleh ngga aku kasih potas ke kucing ini? Dosa ngga kalo aku membunuh kucing yg jelas-jelas udah jadi hama di rumahku? Aku sudah ga tahan lagi. Berikan aku petunjuk, sehingga aku tau apakah aku boleh kasih dia potas." Terus aku ingat nasehat pak Aswandi, yaitu berdoalah untuk minta yg terbaik. Maka aku berdoa supaya ada solusi yg terbaik bagiku dan bagi si kucing kuning. Sehari, dua hari, tiga hari ... seminggu. Kok keadaan tidak berubah ya? Si pus masih suka masuk ke rumah pas aku pergi dan lupa menutup pintu kamar & toilet, lalu menjalankan aksinya nyuri makanan. Tiba-tiba aku dapat ide ... aha! Kenapa ga kasih obat tidur aja ke kucing itu? Kalo kucingnya tidur pules kan aku bisa ambil dia dg mudah dan aku buang dia jauh-jauh dari rumah? Dari mana obat tidur? Aku masih punya CTM yg ku dapat dari resep dokter puskesmas sewaktu aku sakit. Itu obat alergi yg bikin ngantuk. Segera kuambil satu pil CTM, kuhaluskan pake sendok, lalu kuaduk ke kuah ikan. Satu kaleng kecil kuah ikan bercampur CTM ku taruh di belakang rumah, dg harapan kucing itu akan meminumnya dan tertidur.
Esok paginya, aku cek isi kaleng. Kuah ikan yg penuh tinggal separuh, berarti diminum oleh kucing. Lalu aku cek setiap sudut halaman belakang, sambil penuh harap untuk menemukan kucing yg tidur mlungker. Kok ga ada? Berarti kucingnya ga tidur. Pas aku ke sisi kanan halaman, dia mungkin berada di sisi kiri. Pas aku berjalan menuju ke sisi kiri, dia mungkin juga mengendap-endap pindah ke sisi kanan utk menghindariku. Itu mudah utk dia lakukan secara sembunyi-sembunyi karena--spt yg udah aku bilang--rumput di halamanku udah rimbun setinggi lutut. Aku jengkel dan kecewa, rencanaku gagal. Tekadku semakin bulat utk menyingkirkan kucing itu pake potas. Tak ada cara lain!
Aku segera sms adikku utk menumpahkan kekecewaan.
Waaaaa hiks hiks CTM ga mempan, duduh iwak diombe tapi kucinge ijik mentheles ga turu blas.
Beberapa menit kemudian datang sms balasan dr adikku.
Wah ... potas iki wis ... duh deg-degan.
Tekadku yg semula udah bulat, kok tiba-tiba gembos ya ketika baca sms adikku. Aku jadi ikut deg-degan. Potas, ngga, potas, ngga, potas, ngga. Bimbang dan ragu. Mau berangkat ke apotek juga maju mundur. Jadi ngga ya? Akhirnya ga jadi. Malamnya sebelum tidur, pikiranku melayang ke masa lalu. Aku masih kecil, berumur 3 taun, kadang masih digendong ibuku pake jarik. Jaman segitu, aku suka bermain dg dua kucing peliharaan kami, Temo dan Tubi. Temo bulunya hitam mulus kayak macan kumbang, sedangkan Tubi bulunya putih bersih. Keduanya sangat lucu, dan jadi teman bermain yg asyik untukku dan kakak-kakakku. Setelah keduanya tiada, Bei hadir di rumah. Lalu Tung-tung, Meler, Iyeng, Ening, Siwo, Nduty, Gogik ... dan masih banyak lagi. Semuanya lucu-lucu, menyenangkan utk digendong atau dikeloni. Zzzzz. Aku tertidur.
Suatu hari aku pergi lagi, hanya semalam. Besoknya aku pulang, dan sewaktu tiba aku buka pintu biar ada pergantian udara. Ketika membuka pintu kamar mandi ... wah! Apa yg ku liat? Bukan Rinso yg tumpah, karena boxnya udah kusingkirkan dr ruang itu biar ga dipancal kucing lagi. Bukan juga Porstex yg tumpah, tapi kucing kuning yg sembunyi di pojok kamar mandi! Dia mendekam di antara dinding dan ember yg kutaruh di dekatnya. Wajahnya menghadap dinding, sedangkan pantatnya jelas terlihat olehku karena dia emang membelakangiku. Heh, kamu kira aku ga bisa liat kamu ya? Aku tutup pintu pelan-pelan. Cepat, cepat, pikirkan cara utk usir dia dari rumah ini mumpung dia bisa terlihat! Aku ambil tebah, lalu ku tutup semua pintu kecuali pintu samping rumah. Aku harap bisa menggiring dia sampe ke pintu itu sehingga dia bisa keluar ke halaman depan lewat sana. Dg hati dagdigdug dan kaki berjalan mengendap, aku hampiri pintu kamar mandi lagi. Bismillah, inilah saatnya, smuga berhasil...
Ku buka pintu itu, lalu ku takuti kucing kuning dg sabetan tebah. Dia ngacir lari menuju dus di pojok ruang utama, melewati pintu terbuka. Wah, dia ga liat pintu yg terbuka itu saking takutnya dg tebah, tapi malah sembunyi di balik dus. Aku goyang-goyang tebahnya di dekat dus, kucing itu lari ngacir lagi, kembali ke kamar mandi. Lho, pintu terbuka itu dicuekin lagi? Di kamar mandi, tebah kembali beraksi sehingga kucing kuning lari keluar menuju jendela ruang tamu. Dia panjat teralis jendela sehingga dia bisa bertengger di atas, tapi tebah tetap mengikuti langkahnya. Masih panik, dia akhirnya turun ke bagian bawah jendela. Ku pukul kucing itu kuat-kuat pake gagang tebah. Buk, buk, buk! Dia kewalahan dan ndaplang di lantai sambil pamer taring dan kuku ke arahku, mulutnya tidak berhenti menggeram. Heh, ga takut, tau! Gue lebih besar dari elu! Dia terus ku pukuli. Satu, dua, tiga, empat ... sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu. Wah, kuat juga ya aku, bisa mukul segitu kali. Aku buka pintu depan yg berada di dekatnya, lalu ku dorong-dorong dia pake gagang tebah supaya keluar dari rumahku. Setelah tubuhnya terdorong ke teras, langsung ku tutup pintu, dhuerrr! Huah, lega, akhirnya berhasil juga mengusir si hama yg udah meneror aku selama berminggu-minggu. Malam itu aku tidur nyenyak.
Besoknya aku menyapu teras depan sekitar jam 6am. Eh ... apa itu di pojok halaman depan? Kucing itu masih ada! Segera ku buka pintu pagar, lalu tanpa babibu ku kejar kucing itu dengan sapu yg terayun. Berhasil ... dia akhirnya lari tunggang langgang ke jalan. Sejak itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Jangan sampai dia kembali ke sini. Sapu dan tebahku udah menunggu....
Aku kira kucing kuning itu seperti kucing-kucing sebelumnya, bakal pergi dari rumahku sebelum matahari terbit. Ternyata dugaanku keliru, dan dari sanalah penderitaanku dimulai. Besoknya aku liat kucing kuning masih di sana, sembunyi di balik daun-daun lily yg rimbun. Ku biarkan saja, pikirku toh dia bisa sekalian menjaga halaman belakang dari serbuan tikus. Setelah seminggu lebih, dia tidak kunjung pergi, kayaknya malah kerasan di situ. Bahkan dia mulai nakal, suka masuk ke rumah dan mencuri makanan yg ku taruh di meja. Kapan itu aku taruh satu kantong keripik paru di sana, eee pas aku bangun tidur pagi hari, ku liat kantong plastik udah bolong-bolong bekas gigitan kucing dan keripik paru berserakan di lantai. Wah, kucing nakal! Itu makanan favoritku, kok malah diorat-arit di lantai! Terpaksa sisa makanan ini ku buang.
Kapan itu aku tugas ke luar kota selama beberapa hari. Pas pulang, aku agak heran karena rumah berbau aneh ketika pintu depan kubuka. Bau apa nih? Aku nyalakan lampu. Klik! Aku liat ke sekeliling ruang. Waduh! Berantakan sekali. Di bawah meja ada Indomie goreng yg bungkusnya koyak berat dan remah-remah mie bertebaran di lantai. Di depan pintu belakang, racun tikus Hit mengalami nasib sama, bungkusnya koyak dan butiran racun berserakan. Yg paling parah, si kucing makan keduanya sehingga keracunan, jadi apa yg dia makan keluar lagi dan itu dia sebar di beberapa bagian rumahku. Pantas bau rumahku jadi aneh. Pulang dari luar kota dlm keadaan capek, eee harus bersihkan itu semua. Hih, sebel. Sejak itu aku menyatakan perang terhadap kucing kuning itu.
Satu yg aku herankan, bagaimana dia bisa masuk rumah? Wong pintu dan jendela terkunci rapat. Satu-satunya lubang yg memungkinkan dia utk masuk adalah jendela kamar mandi. Karena jendela itu untuk ventilasi, maka diberi dua kaca yg tidak menutup rapat. Jendela sejenis juga ada di kamar tidurku. Tapi kedua jendela itu jaraknya 2,1 meter dari lantai, mana mungkin kucingnya lompat setinggi itu?
Hari-hari berikutnya, makanan yg ada di meja masih saja dia obrak-abrik. Sayang banget, makanan itu akhirnya harus kubuang. Coba se, ku tutup pintu kamar mandi dan kamar tidur, dia bisa masuk rumah ngga? Pas aku pergi lagi beberapa hari, ternyata makananku di meja aman. Tapiiiiii ... pas aku datang dr luar kota dan masuk rumah ... kok bau wangi banget ya? Masa yek-nya si pus wangi kaya gini? Aku liat makanan di meja ... masih utuh! Berarti benar, dia pasti masuk lewat jendela ventilasi. Karena kedua pintu ku tutup, dia ga bisa masuk ruang utama tempat aku simpan makanan. Oh, jadi itulah solusinya utk cegah dia masuk.
Aku buka pintu kamar tidur dan ambil baby doll utk ganti setelah mandi nanti. Aku ambil handuk di halaman belakang, lalu pergi ke kamar mandi. Aku buka pintunya. LHADALAH! Yg namanya Rinso berserakan di lantai, bercampur dg cairan Porstex. Aku memang taruh Rinso di sebuah box plastik di kamar mandi krn ruang itu sekaligus tempat utk mesin cuci. Nah, waktu aku pergi lama, si pus kuning masuk lewat kamar mandi itu tapi ga bisa masuk ke ruang utama utk curi makanan. Mungkin karena jengkel dan putus asa ga dapat makanan, dia bertingkah gila dg mengobrak-abrik isi kamar mandi. Box Rinso jadi jatuh ke lantai dan isinya tumpah ke mana-mana. Begitu pula botol Porstex di lantai, jatuh terlentang dan isinya mengalir ke lantai. Aduuuh, sekali lagi aku harus bersih-bersih pas capek datang dari jauh. Aku jadi semakin tidak suka ke kucing kuning.
Ingin ku usir dia dari rumahku, tapi bagaimana caranya? Menangkap dia dengan tangan kosong jelas tidak mungkin, wong dia gesit sekali. Badannya kecil jadi geraknya cepat. Selain itu dia bisa sembunyi dg mudah krn rumput di halaman belakang sangat tinggi, badannya yg kecil jadi ga keliatan.
"Apa ku kasih potas aja ya kucing ini?" aku bilang ke ortu dan adikku pas kami ngobrol-ngobrol.
"Beli potas tidak mudah, apotik blom tentu ngasih kalo orang biasa yg beli," kata bapakku utk menyatakan tidak setuju secara tidak langsung.
"Ya ngga papa, beli aja sedikiiit sekali, trus bilang kalo itu untuk kucing, bukan buat nyari ikan," kataku.
"Wah, ya repot juga. Nanti kamu harus nyari bangkai kucingnya di mana, trus harus membuangnya juga kan?" Adikku juga ga setuju.
Bisa dimaklumi kalo keluargaku tidak setuju dg ideku utk mempotas kucing, karena kami semua sebetulnya suka kucing (kecuali ibuku yg sangat tidak suka). Bahkan aku pun sayang kucing. Mulai aku kecil sampe kuliah, di rumah pasti adaaa aja kucing peliharaan. Kadang cuma pelihara satu, tapi kadang bisa sepuluh ekor karena beranak pinak. Kami tidak lagi memelihara kucing setelah keponakanku lahir, takutnya kucing menularkan penyakit ke bayi. Meskipun udah ga pelihara, kami masih suka melihat kucing yg lucu-lucu, baik kucing tetangga maupun kucing garong. Tapi kucing kuning yg super nakal dan jahil di belakang rumah amat sangat mengurangi kecintaanku pada kucing. Apalagi kucing kuning itu kayaknya ga ada lucunya blas. Itu kucing remaja, wong badannya ga seberapa besar. Matanya licik dan wajahnya bengis. Tingkahnya sangat menyebalkan dan merugikan, bisa dikategorikan kenakalan remaja versi kucing! Menurutku itu titisan iblis, bukan kucing sungguhan.
Sering aku berdoa untuk minta petunjuk. Bunyinya kira-kira begini, "Tuhan, boleh ngga aku kasih potas ke kucing ini? Dosa ngga kalo aku membunuh kucing yg jelas-jelas udah jadi hama di rumahku? Aku sudah ga tahan lagi. Berikan aku petunjuk, sehingga aku tau apakah aku boleh kasih dia potas." Terus aku ingat nasehat pak Aswandi, yaitu berdoalah untuk minta yg terbaik. Maka aku berdoa supaya ada solusi yg terbaik bagiku dan bagi si kucing kuning. Sehari, dua hari, tiga hari ... seminggu. Kok keadaan tidak berubah ya? Si pus masih suka masuk ke rumah pas aku pergi dan lupa menutup pintu kamar & toilet, lalu menjalankan aksinya nyuri makanan. Tiba-tiba aku dapat ide ... aha! Kenapa ga kasih obat tidur aja ke kucing itu? Kalo kucingnya tidur pules kan aku bisa ambil dia dg mudah dan aku buang dia jauh-jauh dari rumah? Dari mana obat tidur? Aku masih punya CTM yg ku dapat dari resep dokter puskesmas sewaktu aku sakit. Itu obat alergi yg bikin ngantuk. Segera kuambil satu pil CTM, kuhaluskan pake sendok, lalu kuaduk ke kuah ikan. Satu kaleng kecil kuah ikan bercampur CTM ku taruh di belakang rumah, dg harapan kucing itu akan meminumnya dan tertidur.
Esok paginya, aku cek isi kaleng. Kuah ikan yg penuh tinggal separuh, berarti diminum oleh kucing. Lalu aku cek setiap sudut halaman belakang, sambil penuh harap untuk menemukan kucing yg tidur mlungker. Kok ga ada? Berarti kucingnya ga tidur. Pas aku ke sisi kanan halaman, dia mungkin berada di sisi kiri. Pas aku berjalan menuju ke sisi kiri, dia mungkin juga mengendap-endap pindah ke sisi kanan utk menghindariku. Itu mudah utk dia lakukan secara sembunyi-sembunyi karena--spt yg udah aku bilang--rumput di halamanku udah rimbun setinggi lutut. Aku jengkel dan kecewa, rencanaku gagal. Tekadku semakin bulat utk menyingkirkan kucing itu pake potas. Tak ada cara lain!
Aku segera sms adikku utk menumpahkan kekecewaan.
Waaaaa hiks hiks CTM ga mempan, duduh iwak diombe tapi kucinge ijik mentheles ga turu blas.
Beberapa menit kemudian datang sms balasan dr adikku.
Wah ... potas iki wis ... duh deg-degan.
Tekadku yg semula udah bulat, kok tiba-tiba gembos ya ketika baca sms adikku. Aku jadi ikut deg-degan. Potas, ngga, potas, ngga, potas, ngga. Bimbang dan ragu. Mau berangkat ke apotek juga maju mundur. Jadi ngga ya? Akhirnya ga jadi. Malamnya sebelum tidur, pikiranku melayang ke masa lalu. Aku masih kecil, berumur 3 taun, kadang masih digendong ibuku pake jarik. Jaman segitu, aku suka bermain dg dua kucing peliharaan kami, Temo dan Tubi. Temo bulunya hitam mulus kayak macan kumbang, sedangkan Tubi bulunya putih bersih. Keduanya sangat lucu, dan jadi teman bermain yg asyik untukku dan kakak-kakakku. Setelah keduanya tiada, Bei hadir di rumah. Lalu Tung-tung, Meler, Iyeng, Ening, Siwo, Nduty, Gogik ... dan masih banyak lagi. Semuanya lucu-lucu, menyenangkan utk digendong atau dikeloni. Zzzzz. Aku tertidur.
Suatu hari aku pergi lagi, hanya semalam. Besoknya aku pulang, dan sewaktu tiba aku buka pintu biar ada pergantian udara. Ketika membuka pintu kamar mandi ... wah! Apa yg ku liat? Bukan Rinso yg tumpah, karena boxnya udah kusingkirkan dr ruang itu biar ga dipancal kucing lagi. Bukan juga Porstex yg tumpah, tapi kucing kuning yg sembunyi di pojok kamar mandi! Dia mendekam di antara dinding dan ember yg kutaruh di dekatnya. Wajahnya menghadap dinding, sedangkan pantatnya jelas terlihat olehku karena dia emang membelakangiku. Heh, kamu kira aku ga bisa liat kamu ya? Aku tutup pintu pelan-pelan. Cepat, cepat, pikirkan cara utk usir dia dari rumah ini mumpung dia bisa terlihat! Aku ambil tebah, lalu ku tutup semua pintu kecuali pintu samping rumah. Aku harap bisa menggiring dia sampe ke pintu itu sehingga dia bisa keluar ke halaman depan lewat sana. Dg hati dagdigdug dan kaki berjalan mengendap, aku hampiri pintu kamar mandi lagi. Bismillah, inilah saatnya, smuga berhasil...
Ku buka pintu itu, lalu ku takuti kucing kuning dg sabetan tebah. Dia ngacir lari menuju dus di pojok ruang utama, melewati pintu terbuka. Wah, dia ga liat pintu yg terbuka itu saking takutnya dg tebah, tapi malah sembunyi di balik dus. Aku goyang-goyang tebahnya di dekat dus, kucing itu lari ngacir lagi, kembali ke kamar mandi. Lho, pintu terbuka itu dicuekin lagi? Di kamar mandi, tebah kembali beraksi sehingga kucing kuning lari keluar menuju jendela ruang tamu. Dia panjat teralis jendela sehingga dia bisa bertengger di atas, tapi tebah tetap mengikuti langkahnya. Masih panik, dia akhirnya turun ke bagian bawah jendela. Ku pukul kucing itu kuat-kuat pake gagang tebah. Buk, buk, buk! Dia kewalahan dan ndaplang di lantai sambil pamer taring dan kuku ke arahku, mulutnya tidak berhenti menggeram. Heh, ga takut, tau! Gue lebih besar dari elu! Dia terus ku pukuli. Satu, dua, tiga, empat ... sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu. Wah, kuat juga ya aku, bisa mukul segitu kali. Aku buka pintu depan yg berada di dekatnya, lalu ku dorong-dorong dia pake gagang tebah supaya keluar dari rumahku. Setelah tubuhnya terdorong ke teras, langsung ku tutup pintu, dhuerrr! Huah, lega, akhirnya berhasil juga mengusir si hama yg udah meneror aku selama berminggu-minggu. Malam itu aku tidur nyenyak.
Besoknya aku menyapu teras depan sekitar jam 6am. Eh ... apa itu di pojok halaman depan? Kucing itu masih ada! Segera ku buka pintu pagar, lalu tanpa babibu ku kejar kucing itu dengan sapu yg terayun. Berhasil ... dia akhirnya lari tunggang langgang ke jalan. Sejak itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Jangan sampai dia kembali ke sini. Sapu dan tebahku udah menunggu....
Thursday, January 3, 2013
News titles
Baca berita di koran Surya online kadang membuat kita terhibur, apalagi judulnya kadang dibuat aneh kayak gini.
Ada angin kok namanya bus-bus, mestinya kan wus-wus.
Orang yg ngeres pasti pikirannya udah ke mana-mana kalo baca judul ini, padahal mahasiswanya tersesat di gunung Raung.
Ooo ancen arek ga genah. Wong takut ditilang ama pak pulisi kok malah nabrak pulisinya. Bisa-bisa malah kena lebih dr sekedar tilang.
Hebat juga ya anak kecil ini, bikin jambret tunggang-langgang.
Hah?!?! Kok serem banget, kalo gitu aku ga mau ah sms-an dg lawan jenis.....
Ada angin kok namanya bus-bus, mestinya kan wus-wus.
Orang yg ngeres pasti pikirannya udah ke mana-mana kalo baca judul ini, padahal mahasiswanya tersesat di gunung Raung.
Ooo ancen arek ga genah. Wong takut ditilang ama pak pulisi kok malah nabrak pulisinya. Bisa-bisa malah kena lebih dr sekedar tilang.
Hebat juga ya anak kecil ini, bikin jambret tunggang-langgang.
Hah?!?! Kok serem banget, kalo gitu aku ga mau ah sms-an dg lawan jenis.....
Braga part 3
Ada satu yg kurang di Braga. Kok ga ada yg jual batagor dan siomay ya?
Baik di Braga City Walk maupun pedagang kaki lima, sama sekali ga jual
makanan khas Bandung ini. Kenapa ya? Aku tanya mbak penjaga stand
informasi di Braga City Walk, katanya batagor enak yg paling dekat ada
di jalan Buah Batu, tapi jauh dan harus naik kendaraan umum. Waaa males
dong, wong udah malem & lagian aku ga tau jalan.
Besoknya aku cari oleh-oleh khas Bandung buat keluargaku, yaitu pisang bolen. Mmmm ini kue yg sangat lezat, sayang untuk dilewatkan kalo pas ke Bandung. Di Braga ada toko kue French Bakery yg menjual pisang bolen enak. Yg aku tau, French Bakery ada cabangnya di Surabaya, di daerah Ngagel sana, tapi di Malang blom ada. Aku langkahkan kaki ke bakery itu, dan pesan tiga kotak pisang bolen. Sayangnya, toko ini kehabisan, tinggal 7 biji, padahal 1 kotak isinya 10 lho.
"Kalo toko Kartikasari jauh ngga dari sini?" tanyaku.
"Tidak jauh, deket stasiun, naik angkot aja," jawab mbak di French Bakery.
Jadinya aku naik angkot warna ijo pupus ke pusatnya Kartikasari. Aku ga mau ke cabangnya, ntar kehabisan lagi? Pusatnya toko kue Kartikasari ada di jalan ... apa ya? Lupa hehehe. Yg jelas, stasiun Bandung terus dikit, di kanan jalan ada gang kecil, masuk aja ke gang itu, nanti ada toko kue Kartikasari yg besar banget. Di sana tumpukan dus pisang bolen masi banyak, dan aku bisa beli tiga spt yg kuinginkan.
Keluar dr toko kue utk kembali ke jalan besar, aku liat ada warung batagor di sebelah kiri gang. Terngiang-ngiang kata-kata temanku dulu, yg sering bolak-balik Surabaya-Bandung krn suaminya kerja di sana, "Wih, batagor di Bandung tuh uuuueeeenak! Lain loh dg batagor di Surabaya. Porsinya kecil, tapi rasanya enak banget!"
Siapa yg ga ngiler netes-netes kalo denger promosi kaya gitu? Aku suka batagor, kan jadi pengen kalo diiming-iming batagor enak? Melihat warung batagor itu, aku tidak bisa menahan diri utk tidak pesan. Dg mantap, aku bilang ke penjualnya, "Batagor satu, pak." Terus aku duduk di tempat yg disediakan.
Tidak lama kemudian sepiring batagor dihidangkan di hadapanku. Setengah piring utk makanan yg digoreng, setengahnya lagi utk tempat kuah kacangnya. Emang penampilannya lain ya dg batagor di Surabaya or Malang. Warna gorengannya lebih coklat, ngga putih-putih spt yg biasa ku liat. Saus kacangnya juga berwarna lebih gelap, tidak coklat muda spt biasa. Aku aduk keduanya sehingga tercampur, lalu dengan hati berdebar-debar aku ambil sepotong bakso gorengnya dg sendok. Masukkan ke mulut ... haemmmm. Nyam-nyam aku mengunyah. Nah, bagaimana rasanya? Duh, uuuuaaaasiiiiinnnn sekali. Ga ada gurihnya, ga ada rasa ikannya, cuman asin doang. Bweeh. Aku ga suka!
Gimana lagi, terlanjur dibeli, masa ga dihabiskan? Ntar yg jual tersinggung? Dg terpaksa aku habiskan aja. Pas bayar, ternyata harganya mahal utk ukuran kaki lima di gang sempit, yaitu 2x lipat harga batagor yg uenak di daerah Semolowaru, Surabaya. Heleh, udah rasanya ga enak, mahal pula.
Aku bergegas menuju ke jalan besar utk naik angkot ijo lagi. Aku harus cepat kembali ke Braga, utk beres-beres dan check out dr hotel. Ini udah hampir jam 11, sedangkan pesawatku berangkat 2.5 jam lagi.
Selamat tinggal, Braga. Aku senang tinggal di sana walaupun hanya sebentar saja.
Besoknya aku cari oleh-oleh khas Bandung buat keluargaku, yaitu pisang bolen. Mmmm ini kue yg sangat lezat, sayang untuk dilewatkan kalo pas ke Bandung. Di Braga ada toko kue French Bakery yg menjual pisang bolen enak. Yg aku tau, French Bakery ada cabangnya di Surabaya, di daerah Ngagel sana, tapi di Malang blom ada. Aku langkahkan kaki ke bakery itu, dan pesan tiga kotak pisang bolen. Sayangnya, toko ini kehabisan, tinggal 7 biji, padahal 1 kotak isinya 10 lho.
"Kalo toko Kartikasari jauh ngga dari sini?" tanyaku.
"Tidak jauh, deket stasiun, naik angkot aja," jawab mbak di French Bakery.
Jadinya aku naik angkot warna ijo pupus ke pusatnya Kartikasari. Aku ga mau ke cabangnya, ntar kehabisan lagi? Pusatnya toko kue Kartikasari ada di jalan ... apa ya? Lupa hehehe. Yg jelas, stasiun Bandung terus dikit, di kanan jalan ada gang kecil, masuk aja ke gang itu, nanti ada toko kue Kartikasari yg besar banget. Di sana tumpukan dus pisang bolen masi banyak, dan aku bisa beli tiga spt yg kuinginkan.
Keluar dr toko kue utk kembali ke jalan besar, aku liat ada warung batagor di sebelah kiri gang. Terngiang-ngiang kata-kata temanku dulu, yg sering bolak-balik Surabaya-Bandung krn suaminya kerja di sana, "Wih, batagor di Bandung tuh uuuueeeenak! Lain loh dg batagor di Surabaya. Porsinya kecil, tapi rasanya enak banget!"
Siapa yg ga ngiler netes-netes kalo denger promosi kaya gitu? Aku suka batagor, kan jadi pengen kalo diiming-iming batagor enak? Melihat warung batagor itu, aku tidak bisa menahan diri utk tidak pesan. Dg mantap, aku bilang ke penjualnya, "Batagor satu, pak." Terus aku duduk di tempat yg disediakan.
Tidak lama kemudian sepiring batagor dihidangkan di hadapanku. Setengah piring utk makanan yg digoreng, setengahnya lagi utk tempat kuah kacangnya. Emang penampilannya lain ya dg batagor di Surabaya or Malang. Warna gorengannya lebih coklat, ngga putih-putih spt yg biasa ku liat. Saus kacangnya juga berwarna lebih gelap, tidak coklat muda spt biasa. Aku aduk keduanya sehingga tercampur, lalu dengan hati berdebar-debar aku ambil sepotong bakso gorengnya dg sendok. Masukkan ke mulut ... haemmmm. Nyam-nyam aku mengunyah. Nah, bagaimana rasanya? Duh, uuuuaaaasiiiiinnnn sekali. Ga ada gurihnya, ga ada rasa ikannya, cuman asin doang. Bweeh. Aku ga suka!
Gimana lagi, terlanjur dibeli, masa ga dihabiskan? Ntar yg jual tersinggung? Dg terpaksa aku habiskan aja. Pas bayar, ternyata harganya mahal utk ukuran kaki lima di gang sempit, yaitu 2x lipat harga batagor yg uenak di daerah Semolowaru, Surabaya. Heleh, udah rasanya ga enak, mahal pula.
Aku bergegas menuju ke jalan besar utk naik angkot ijo lagi. Aku harus cepat kembali ke Braga, utk beres-beres dan check out dr hotel. Ini udah hampir jam 11, sedangkan pesawatku berangkat 2.5 jam lagi.
Selamat tinggal, Braga. Aku senang tinggal di sana walaupun hanya sebentar saja.
Braga part 2
Udah
kuceritakan yah, kalo Braga itu nama jalan di Bandung? Apa istimewanya
jalan Braga? Ya ... itu tempat minum teh orang Blanda pas jaman doeloe
kala. Lebih istimewa lagi, banyak bangunan jaman Blanda masih terawat
baik sampe sekarang di tempat itu. Untuk orang lain mungkin bangunan
kuno kayak gitu ga seberapa menarik, tapi aku suka sekali liat-liat
peninggalan sejarah seperti itu krn emang aku sangat tertarik dg sejarah
(sejarah budaya lho ya, bukan sejarah politik), nurun dari bapak ibuku.
Ayo kita liat keunikan Braga.
Ayo kita liat keunikan Braga.
Tulisan
tempo doeloe di toko ini masih dipertahankan smp sekarang. Coba liat,
nomor telponnya masih 4 digit. Taun berapa ya itu? Wong waktu aku masi
kecil taun 70-an udah 5 digit kok.
Bangunan yg besar & kokoh, awet segalanya termasuk kusennya yg
mungkin terbuat dari kajoe djatie. Kayaknya blom ada yg diganti sama
sekali. Coba liat gagang pintunya, jadul banget kan?
Bagaimana dg palang besi dan gembok di toko ini? Kalo diliat dari warna karatnya dan model gemboknya, kemungkinan ini juga aslie prodoek djaman Blanda.
Ini juga peninggalan bersejarah, sayangnya kurang terawat sampe keliatan brintik gitu.
Ini lampu antik, kalo digosok-gosok kali aja keluar jin-nya.
Satunya tempat karaoke, satunya lagi diskotik. Tapi dua-duanya tetap mempertahankan ciri khas jalan Braga yaitu bangunan kuno.
Tidak semua bangunan di Braga dipertahankan keBlandaannya, ada juga yg udah di robohkan dan dibentuk bangunan modern, kalo ga salah toko elektronik. Huh, pedagang serakah, mikir untung mulu, ga punya respek blas terhadap warisan budaya.
Yg terakhir, ini nih ... kakiku menapak di trotoar Braga yg berhias bunga.
Braga part 1
2.11.2012
"Hallo, ini Harris Hotel?" tanyaku.
"Betul, ibu."
"Mbak, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Maaf, ibu. Untuk besok hotel kami sudah penuh."
Wah, harus cari hotel lain nih. Sebetulnya aku lebih sreg menginap di Harris Hotel krn itu hotel budget yg sangat bagus fasilitasnya, tapi kalo penuh ya aku paham wong besok memang Sabtu malem Minggu, jadi orang-orang Jakarta membanjiri Bandung dan menginap di sana utk tamasya atau belanja. Aduh, nginap di mana ya? Biasanya di Surabaya aku tinggal di Citihub atau Somerset, tapi ku cari di internet tak ada kedua hotel itu di Bandung. Pilihan berikutnya Harris, tapi penuh. Ku cari Fave Hotel di internet, ternyata ada cabangnya di Bandung.
"Hallo, ini Fave Hotel?" tanyaku.
"Betul, ibu."
"Mas, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Maaf, ibu. Untuk besok hotel kami sudah penuh."
Tuing! Aduh nginap di mana nih?
"Apa mas tau budget hotel lain di Bandung ya?"
"Ada ibu, Aston Braga Hotel yg milik kami juga."
"Saya bisa minta nomernya?"
"Baik, bisa ibu catat? Nomornya xxxxxxxxxx."
"Makasih ya, mas"
Segera ku telpon nomor itu untuk booking kamar.
"Hallo, ini Aston Braga Hotel?"
"Betul, ibu."
"Mbak, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Masih ada, ibu."
Alhamdulillah! Dapet kamar!
"Ya, saya pesan satu kamar standard utk satu malam. Berapa rate-nya per malam?"
"Rp. 495.000, bu."
Hah? Murah banget? Seingatku Aston itu hotel mewah berbintang. Masa ratenya di bawah 500 ribu?
"Berapa? Berapa, mbak?" tanyaku utk meyakinkan aku ga salah denger.
"Rp. 495.000."
"Ya saya ambil itu aja."
Kenapa aku tanya budget hotel ke Fave? Because that's the kind of hotel I can afford. Tarif kamar permalam biasanya tidak lebih dr 500 ribu, tapi hotelnya bagus, bersih dan modern meskipun kadang minimalis. Citihub Surabaya, misalnya, tarifnya 350 ribu per malam, tapi krn itu budget hotel, tidak disediakan handuk dan toiletries (sabun, odol, dll). Tapi kemewahan kamarnya ... jangan tanya ... bisa spt hotel Hilton. Budget hotel lain adalah Harris. Kamarnya sedikit lebih mewah dr Citihub, dan disediakan handuk & toiletries, tapi harganya sedikit lebih mahal dr Citihub meskipun ga sampe 600 ribu. Fave juga budget hotel, dan lebih mirip Harris krn fasilitas lebih lengkap.
Nah, kalo Aston itu budget hotel, aku setengah ga percaya. Duluuu sekali aku pernah buka websitenya, dan seingatku itu hotel berbintang yg mahal. Tapi udah lah, wong aku udah dikasih tau harganya cuman segitu, dan ada kamar kosong, apa lagi yg harus diherankan?
Hari Sabtu kemarin, aku udah menyelesaikan tugas monev ke SMPN di dua kabupaten di Jawa Barat. Sebetulnya aku mo nginap di salah satu kabupaten itu aja sambil nunggu pesawat yg membawaku ke Surabaya besoknya, tapi ku pikir lagi itu daerah kecil dan ga ada mall di sana, jadi lebih baik aku menginap di Bandung. Lagian bandaranya emang di Bandung kan, drpd tergesa-gesa & terhambat macet di jalan mending aku nginap di Bandung aja. Jadi lah aku dapat kamar di Aston Braga. Kepala sekolah SMPN yg satu berbaik hati mengantarkan aku & partnerku (dosen universitas lain) ke Bandung krn beliau punya mobil. Kepala sekolah satunya lagi juga ikut krn mo menjenguk keluarganya di Bandung. Meskipun baru kenal sehari, kami berempat sangat akrab. Sepanjang jalan becandaaaaa mulu dan terbahak-bahak.
Akhirnya kami sampai juga di kota Bandung setelah beberapa kali kena macet di jalan. Tapi jalanan di Bandung sama macetnya, dan spt yg ku bilang penyebabnya adalah orang-orang Jakarta. Memasuki jalan Braga, dua tuan rumah banyak bercerita ttgnya.
"Duh, macetnya."
"Jalan Braga ini terkenal, bu. Ini seperti Malioboro-nya Yogya."
"Iya betul, ini jalan bersejarah. Duluuu sekali kedai-kedai di sini tempatnya tuan & nonik Belanda minum teh."
"Coba ibu liat, bangunannya masih spt jaman Belanda kan? Memang dipelihara."
"Eh, tapi sekarang mah, Braga udah berubah, ga kaya dulu. Dulu baguuuus sekali, sekarang kok kacau begini."
"Oh, itu ... itu apa hotel Aston-nya. Deket toko kamera."
"Ooo iya, itu dia."
Kedua tuan rumah ramai bikin conversation sendiri. Aku sampek kudu ngguyu. Ku liat emang papannya Aston udah keliatan. Setelah beberapa saat, sampailah kami di depan Braga City Walk. Itu semacam mall kecil ya, ada karaoke, restoran, toko spatu, dll termasuk hotel Aston. Utk ke hotel, mobil harus masuk tempat parkir yg ada di basement. Setelah berputar-putar dikit, keliatanlah pintu masuk menuju Aston.
Byuh ... hotelnya emang mewah banget. Di dalam hotelnya ada tulisan besar: Concierge. Wah, kalo ada concierge berarti itu hotel bintang lima dong? Dua tuan rumah dan partner dari universitas lain tersenyum aneh melihat Aston. Mereka tidak mengatakan apa pun (padahal tadi rame banget ngobrol), cuma tersenyum lebar sambil tampak heran. Mungkin mereka mbatin gini, "Buset dah, nih dosen kok tajir banget, bisa nginep di hotel mewah kaya gini. Masi sodara ama presiden kali!" Eh, jangankan elu-elu semua, gue aja juga kaget kok liat Aston ternyata semewah ini. Setelah kami bersalaman sambil setengah speechless, mereka berlalu dari kompleks Braga City Walk. Bagaimana dg aku? Waaa ... mumpung udah booking kamar di hotel mewah dg harga miring, aku berjalan dg pedenya menuju ke dalam hotel. Senyumku tersungging dg lebarnya dan pinggulku megal-megol ketika berjalan.
Di resepsionis, dg mantap aku bilang, "Saya udah pesen kamar, atas nama Kusuma." Mbak resepsionis mencari namaku di komputer, tapi keliatannya tak ketemu. Wajahnya keliatan agak bingung sehingga mas di sebelahnya harus membantu. Masi ga ketemu.
"Tidak ada, bu. Apa booking langsung ke kami?"
"Iya, saya langsung telpon ke sini kok."
"Dapatnya harga berapa?"
"400 ribu lebih."
"Ooo itu di Fave, bu."
Hihihihiiiiii ternyata aku dipesankan kamar di hotel budget Fave, yg kebetulan satu perusahaan dg Aston. Jadi gini, Aston itu hotel berbintang, punya anak perusahaan Fave yg hotel budget. Kayak Garuda punya Citilink geto loh. Trus kenapa waktu aku telpon kok dibilang Aston Braga, bukan Fave? Mungkin itu akal-akalan hotel ajah. Sebetulnya Fave ga penuh, tapi bookingnya harus lewat si X biar dia dapet komisi, makanya sama resepsionis diarahkan utk telpon ke X dan disamarkan sbg Aston Bragahahahaha.
Kebetulan Aston Braga & Fave berada di satu gedung, yaitu Braga City Walk. Jadi aku tinggal jalan sedikit di gedung yg sama, udah sampe di Fave. Aku cek di sana, ternyata emang ada namaku. Hihihi. Udah ku duga, aku tidak menginap di Aston Braga, ga mungkin lah dg harga segitu bisa tinggal di hotel berbintang. Gapapa, aku ga keberatan nginap di Fave, toh hotelnya cukup bagus. Lagian banyak hikmahnya:
1. bisa hemat isi kantong.
2. mo ke mana-mana cukup deket krn itu di pusat kota.
... dan yg penting ...
3. keliatan tajir di hadapan 3 orang tadi krn keliatannya pesan kamar hotel Aston Braga.
Hahaha yg terakhir itu cuman becanda ya.
"Hallo, ini Harris Hotel?" tanyaku.
"Betul, ibu."
"Mbak, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Maaf, ibu. Untuk besok hotel kami sudah penuh."
Wah, harus cari hotel lain nih. Sebetulnya aku lebih sreg menginap di Harris Hotel krn itu hotel budget yg sangat bagus fasilitasnya, tapi kalo penuh ya aku paham wong besok memang Sabtu malem Minggu, jadi orang-orang Jakarta membanjiri Bandung dan menginap di sana utk tamasya atau belanja. Aduh, nginap di mana ya? Biasanya di Surabaya aku tinggal di Citihub atau Somerset, tapi ku cari di internet tak ada kedua hotel itu di Bandung. Pilihan berikutnya Harris, tapi penuh. Ku cari Fave Hotel di internet, ternyata ada cabangnya di Bandung.
"Hallo, ini Fave Hotel?" tanyaku.
"Betul, ibu."
"Mas, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Maaf, ibu. Untuk besok hotel kami sudah penuh."
Tuing! Aduh nginap di mana nih?
"Apa mas tau budget hotel lain di Bandung ya?"
"Ada ibu, Aston Braga Hotel yg milik kami juga."
"Saya bisa minta nomernya?"
"Baik, bisa ibu catat? Nomornya xxxxxxxxxx."
"Makasih ya, mas"
Segera ku telpon nomor itu untuk booking kamar.
"Hallo, ini Aston Braga Hotel?"
"Betul, ibu."
"Mbak, mo tanya, apa masih ada kamar untuk besok?"
"Tunggu sebentar, kami cek dulu."
Beberapa detik kemudian.
"Masih ada, ibu."
Alhamdulillah! Dapet kamar!
"Ya, saya pesan satu kamar standard utk satu malam. Berapa rate-nya per malam?"
"Rp. 495.000, bu."
Hah? Murah banget? Seingatku Aston itu hotel mewah berbintang. Masa ratenya di bawah 500 ribu?
"Berapa? Berapa, mbak?" tanyaku utk meyakinkan aku ga salah denger.
"Rp. 495.000."
"Ya saya ambil itu aja."
Kenapa aku tanya budget hotel ke Fave? Because that's the kind of hotel I can afford. Tarif kamar permalam biasanya tidak lebih dr 500 ribu, tapi hotelnya bagus, bersih dan modern meskipun kadang minimalis. Citihub Surabaya, misalnya, tarifnya 350 ribu per malam, tapi krn itu budget hotel, tidak disediakan handuk dan toiletries (sabun, odol, dll). Tapi kemewahan kamarnya ... jangan tanya ... bisa spt hotel Hilton. Budget hotel lain adalah Harris. Kamarnya sedikit lebih mewah dr Citihub, dan disediakan handuk & toiletries, tapi harganya sedikit lebih mahal dr Citihub meskipun ga sampe 600 ribu. Fave juga budget hotel, dan lebih mirip Harris krn fasilitas lebih lengkap.
Nah, kalo Aston itu budget hotel, aku setengah ga percaya. Duluuu sekali aku pernah buka websitenya, dan seingatku itu hotel berbintang yg mahal. Tapi udah lah, wong aku udah dikasih tau harganya cuman segitu, dan ada kamar kosong, apa lagi yg harus diherankan?
Hari Sabtu kemarin, aku udah menyelesaikan tugas monev ke SMPN di dua kabupaten di Jawa Barat. Sebetulnya aku mo nginap di salah satu kabupaten itu aja sambil nunggu pesawat yg membawaku ke Surabaya besoknya, tapi ku pikir lagi itu daerah kecil dan ga ada mall di sana, jadi lebih baik aku menginap di Bandung. Lagian bandaranya emang di Bandung kan, drpd tergesa-gesa & terhambat macet di jalan mending aku nginap di Bandung aja. Jadi lah aku dapat kamar di Aston Braga. Kepala sekolah SMPN yg satu berbaik hati mengantarkan aku & partnerku (dosen universitas lain) ke Bandung krn beliau punya mobil. Kepala sekolah satunya lagi juga ikut krn mo menjenguk keluarganya di Bandung. Meskipun baru kenal sehari, kami berempat sangat akrab. Sepanjang jalan becandaaaaa mulu dan terbahak-bahak.
Akhirnya kami sampai juga di kota Bandung setelah beberapa kali kena macet di jalan. Tapi jalanan di Bandung sama macetnya, dan spt yg ku bilang penyebabnya adalah orang-orang Jakarta. Memasuki jalan Braga, dua tuan rumah banyak bercerita ttgnya.
"Duh, macetnya."
"Jalan Braga ini terkenal, bu. Ini seperti Malioboro-nya Yogya."
"Iya betul, ini jalan bersejarah. Duluuu sekali kedai-kedai di sini tempatnya tuan & nonik Belanda minum teh."
"Coba ibu liat, bangunannya masih spt jaman Belanda kan? Memang dipelihara."
"Eh, tapi sekarang mah, Braga udah berubah, ga kaya dulu. Dulu baguuuus sekali, sekarang kok kacau begini."
"Oh, itu ... itu apa hotel Aston-nya. Deket toko kamera."
"Ooo iya, itu dia."
Kedua tuan rumah ramai bikin conversation sendiri. Aku sampek kudu ngguyu. Ku liat emang papannya Aston udah keliatan. Setelah beberapa saat, sampailah kami di depan Braga City Walk. Itu semacam mall kecil ya, ada karaoke, restoran, toko spatu, dll termasuk hotel Aston. Utk ke hotel, mobil harus masuk tempat parkir yg ada di basement. Setelah berputar-putar dikit, keliatanlah pintu masuk menuju Aston.
Byuh ... hotelnya emang mewah banget. Di dalam hotelnya ada tulisan besar: Concierge. Wah, kalo ada concierge berarti itu hotel bintang lima dong? Dua tuan rumah dan partner dari universitas lain tersenyum aneh melihat Aston. Mereka tidak mengatakan apa pun (padahal tadi rame banget ngobrol), cuma tersenyum lebar sambil tampak heran. Mungkin mereka mbatin gini, "Buset dah, nih dosen kok tajir banget, bisa nginep di hotel mewah kaya gini. Masi sodara ama presiden kali!" Eh, jangankan elu-elu semua, gue aja juga kaget kok liat Aston ternyata semewah ini. Setelah kami bersalaman sambil setengah speechless, mereka berlalu dari kompleks Braga City Walk. Bagaimana dg aku? Waaa ... mumpung udah booking kamar di hotel mewah dg harga miring, aku berjalan dg pedenya menuju ke dalam hotel. Senyumku tersungging dg lebarnya dan pinggulku megal-megol ketika berjalan.
Di resepsionis, dg mantap aku bilang, "Saya udah pesen kamar, atas nama Kusuma." Mbak resepsionis mencari namaku di komputer, tapi keliatannya tak ketemu. Wajahnya keliatan agak bingung sehingga mas di sebelahnya harus membantu. Masi ga ketemu.
"Tidak ada, bu. Apa booking langsung ke kami?"
"Iya, saya langsung telpon ke sini kok."
"Dapatnya harga berapa?"
"400 ribu lebih."
"Ooo itu di Fave, bu."
Hihihihiiiiii ternyata aku dipesankan kamar di hotel budget Fave, yg kebetulan satu perusahaan dg Aston. Jadi gini, Aston itu hotel berbintang, punya anak perusahaan Fave yg hotel budget. Kayak Garuda punya Citilink geto loh. Trus kenapa waktu aku telpon kok dibilang Aston Braga, bukan Fave? Mungkin itu akal-akalan hotel ajah. Sebetulnya Fave ga penuh, tapi bookingnya harus lewat si X biar dia dapet komisi, makanya sama resepsionis diarahkan utk telpon ke X dan disamarkan sbg Aston Bragahahahaha.
Kebetulan Aston Braga & Fave berada di satu gedung, yaitu Braga City Walk. Jadi aku tinggal jalan sedikit di gedung yg sama, udah sampe di Fave. Aku cek di sana, ternyata emang ada namaku. Hihihi. Udah ku duga, aku tidak menginap di Aston Braga, ga mungkin lah dg harga segitu bisa tinggal di hotel berbintang. Gapapa, aku ga keberatan nginap di Fave, toh hotelnya cukup bagus. Lagian banyak hikmahnya:
1. bisa hemat isi kantong.
2. mo ke mana-mana cukup deket krn itu di pusat kota.
... dan yg penting ...
3. keliatan tajir di hadapan 3 orang tadi krn keliatannya pesan kamar hotel Aston Braga.
Hahaha yg terakhir itu cuman becanda ya.
Misteri tokek lorek
Otokotokotok tokeeeek.
Aku tertegun.
Tokeeeek.
Bulu romaku berdiri. Aku merinding disco. Untuk sesaat badanku kaku karena kaget dan takut. Seandainya suara tokek itu seperti biasanya, aku tentu ga sampe sebegitunya ketakutan.
Sudah biasa tokek mondar-mandir di tembok belakang rumah. Kayaknya di setiap rumah sekitar sini emang ada tokeknya. Kalo malam suka bunyi, keras tapi tidak lama. Dulu pas aku baru pindah ke rumah ini, ada seekor tokek yg biasa mangkal di belakang rumah. Warna kulitnya putih dengan bintik-bintik biru muda. Setelah tokek putih biru ini meninggal dunia (kapan-kapan ku ceritakan rinciannya), ada lagi tokek yg tinggal di rumahku. Kali ini warnanya coklat tua lorek-lorek. Wah gugur satu tumbuh satu. Nah, sudah lama tak ku liat tokek lorek itu, kalo ndak salah itu bersamaan dg datangnya kucing kuning yg ikutan ngenger di belakang rumah (kapan-kapan ku ceritakan rinciannya). Mungkin tokek itu takut sama kucing, makanya dia menyingkir.
Nah, pagi itu terjadilah peristiwa di atas, ada suara tokek yg lain drpd yg lain. Suara tokek itu begitu keras, dan agak menggema. Seolah-olah suaranya datang dari loudspeakers. Lain kan, suara kita kalo bicara biasa dan kalo bicara lewat mikrofon? Pake mikrofon dan speakers, suara kita jadi lebih keras dan ada efek gema sedikit. Begitulah suara si tokek kali ini! Lha terus, kenapa ada tokek bunyi pake mikrofon? Masa tetangga belakang rumah yg iseng nyetel suara tokek pake speakers? Kayaknya ga mungkin, wong itu rumah kosong. Kalo bukan tetangga, terus siapa?
Pikiranku jadi macem-macem. Mungkinkan itu tokek jadi-jadian? Yg sengaja dikirim utk menakutiku? Kalo emang itu tujuannya, maka tujuan itu tercapai krn aku takut setengah mati sampe dagdigdug. Apalagi waktu itu pagi hari, kan biasanya tokek di sini bunyi hanya pada malam hari. Kok aneh sih? Aku liat ke sekeliling tembok belakang rumah. Tidak ada tokek sama sekali. Lha terus yg bunyi itu tadi tokek mana dong?
Peristiwa itu terjadi kira-kira 2 bulan lalu. Nah, kemarin aku menjemur baju yg barusan ku cuci, mumpung pagi itu matahari bersinar cerah. Aku ambil sebuah CD warna putih dan mau aku taruh di jemuran alumunium. Tiba-tiba ...
Otokotokotok tokeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek!
Haduh, kaget aku. Suara tokek terdengar lagi, kenceng banget dan ada efek gemanya. Persiiiis spt yg dulu. Badanku langsung beku karena takut, jantungku tentu aja berdegup lebih kencang. Duh, suara itu ... kenapa datang lagi? Setelah beberapa saat aku beranikan diri untuk mencari sumber suara itu. Lha daripada aku ketakutan forever? Aku berjalan pelan-pelan ke belakang rumah. Si tokek terus berbunyi. Nah, suaranya semakin keras, berarti aku sudah dekat sumbernya. Aku terus berjalan mengikuti arah suara ... lebih dekat ... lebih dekat ... oooooooooooooo hahahahaaaaaa ... itu dia! Ketemu! Apa yg ku lihat? Bukan tokek, tapi TALANG! Hahaha pantesan suara si tokek jadi keras dan agak menggema, lha wong dia nyanyi pas berada di dalam talang. Pipa PVC yg besar itu berfungsi sebagai speaker bagi dia. Oh dasar! Mulai sekarang ga perlu takut lagi kalo denger suara tokek.
Aku tertegun.
Tokeeeek.
Bulu romaku berdiri. Aku merinding disco. Untuk sesaat badanku kaku karena kaget dan takut. Seandainya suara tokek itu seperti biasanya, aku tentu ga sampe sebegitunya ketakutan.
Sudah biasa tokek mondar-mandir di tembok belakang rumah. Kayaknya di setiap rumah sekitar sini emang ada tokeknya. Kalo malam suka bunyi, keras tapi tidak lama. Dulu pas aku baru pindah ke rumah ini, ada seekor tokek yg biasa mangkal di belakang rumah. Warna kulitnya putih dengan bintik-bintik biru muda. Setelah tokek putih biru ini meninggal dunia (kapan-kapan ku ceritakan rinciannya), ada lagi tokek yg tinggal di rumahku. Kali ini warnanya coklat tua lorek-lorek. Wah gugur satu tumbuh satu. Nah, sudah lama tak ku liat tokek lorek itu, kalo ndak salah itu bersamaan dg datangnya kucing kuning yg ikutan ngenger di belakang rumah (kapan-kapan ku ceritakan rinciannya). Mungkin tokek itu takut sama kucing, makanya dia menyingkir.
Nah, pagi itu terjadilah peristiwa di atas, ada suara tokek yg lain drpd yg lain. Suara tokek itu begitu keras, dan agak menggema. Seolah-olah suaranya datang dari loudspeakers. Lain kan, suara kita kalo bicara biasa dan kalo bicara lewat mikrofon? Pake mikrofon dan speakers, suara kita jadi lebih keras dan ada efek gema sedikit. Begitulah suara si tokek kali ini! Lha terus, kenapa ada tokek bunyi pake mikrofon? Masa tetangga belakang rumah yg iseng nyetel suara tokek pake speakers? Kayaknya ga mungkin, wong itu rumah kosong. Kalo bukan tetangga, terus siapa?
Pikiranku jadi macem-macem. Mungkinkan itu tokek jadi-jadian? Yg sengaja dikirim utk menakutiku? Kalo emang itu tujuannya, maka tujuan itu tercapai krn aku takut setengah mati sampe dagdigdug. Apalagi waktu itu pagi hari, kan biasanya tokek di sini bunyi hanya pada malam hari. Kok aneh sih? Aku liat ke sekeliling tembok belakang rumah. Tidak ada tokek sama sekali. Lha terus yg bunyi itu tadi tokek mana dong?
Peristiwa itu terjadi kira-kira 2 bulan lalu. Nah, kemarin aku menjemur baju yg barusan ku cuci, mumpung pagi itu matahari bersinar cerah. Aku ambil sebuah CD warna putih dan mau aku taruh di jemuran alumunium. Tiba-tiba ...
Otokotokotok tokeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek!
Haduh, kaget aku. Suara tokek terdengar lagi, kenceng banget dan ada efek gemanya. Persiiiis spt yg dulu. Badanku langsung beku karena takut, jantungku tentu aja berdegup lebih kencang. Duh, suara itu ... kenapa datang lagi? Setelah beberapa saat aku beranikan diri untuk mencari sumber suara itu. Lha daripada aku ketakutan forever? Aku berjalan pelan-pelan ke belakang rumah. Si tokek terus berbunyi. Nah, suaranya semakin keras, berarti aku sudah dekat sumbernya. Aku terus berjalan mengikuti arah suara ... lebih dekat ... lebih dekat ... oooooooooooooo hahahahaaaaaa ... itu dia! Ketemu! Apa yg ku lihat? Bukan tokek, tapi TALANG! Hahaha pantesan suara si tokek jadi keras dan agak menggema, lha wong dia nyanyi pas berada di dalam talang. Pipa PVC yg besar itu berfungsi sebagai speaker bagi dia. Oh dasar! Mulai sekarang ga perlu takut lagi kalo denger suara tokek.
Subscribe to:
Posts (Atom)