Kirsty Mitchell adalah salah satunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tumor, Kirsty merasa kehilangan yang amat sangat. Mungkin air mata dan kata-kata telah dia keluarkan, tapi itu tidak cukup untuk menghapus lara. Beruntung dia punya bakat di bidang fotografi, sehingga dia bisa mengekspresikan rasa duka melalui seni gambar. "Real life became a difficult place to deal with, and I found myself retreating further into an alternative existence through the portal of my camera," katanya seperti dikutip oleh Daily Mail di Inggris. Ini salah satu karyanya.
Aku juga pernah berada di posisi seperti itu, merasa kehilangan setelah ditinggal oleh adiknya ibuku yg sudah seperti ibu kedua bagiku. Aku betul-betul menyesal tidak bisa pulang ke Indonesia lebih awal, sehingga masih berada di Ostrali sewaktu beliau menghembuskan nafas terakhir. Padahal waktu itu aku sudah pegang tiket Melbourne-Surabaya, kurang 7 hari lagi aku berangkat dengan tiket itu. Tetapi takdir berkata lain. Beliau meninggal sebelum aku sempat pulang ke Indonesia. Kematian tidak menunggu siapa pun. Kematian tidak menunggu apa pun. Apabila sudah waktunya terjadi, ya terjadilah. Rasa duka ditambah penyesalan yg dalam memberikan inspirasi bagiku untuk mengekspresikan ini di blogku waktu itu:
Kata-kata itu ku tulis taun 2006, dua taun setelah beliau meninggal. Duka mungkin sudah mulai teratasi, tapi penyesalan masih menggantung di pundakku. Masih membekas. Karena itu muncul kata-kata di atas. Setelah peringatan seribu hari kepergian beliau, aku menulis kata yang sama.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.