Garden of words -- sekumpulan kata-kata yang berwarna-warni tumbuh di kebun cyber milikku.

Saturday, May 5, 2012

Ugly

Buruk rupa cermin dibelah. Itu ungkapan yang sering digunakan untuk menggambarkan orang yang cenderung menyalahkan orang lain walaupun sebetulnya dirinya sendiri yang salah.

Orang yang bercermin dan melihat betapa buruk wajahnya terkadang tidak mau menerima kenyataan. Meskipun sudah jelas wajahnya amat buruk terpantul di cermin, dia menolak kenyataan bahwa wajahnya buruk. Dia merasa dirinya orang yang berwajah sebaliknya, tampan atau cantik. Kalau akhirnya pantulan di cermin tergambar wajah buruk, maka yang salah adalah CERMINnya! Karena itu cermin itu harus dipecah.

Apakah cermin bisa berbohong? Dapatkah wajah yang cantik atau tampan diubah menjadi sebaliknya oleh cermin? Kalau itu cermin ajaib ala dongeng Snow White, mungkin jawabnya ya. Menurut dongeng itu, cermin bahkan bisa berkata-kata. Tetapi kita tidak hidup dalam dongeng. Kita hidup di alam nyata, dimana cermin memantulkan setiap detil wajah orang yang berdiri di depannya secara objektif, apa adanya, tanpa ada perubahan sedikit pun. Sayangnya, justru orang tersebut yang menolak gambar objektif yang dia tatap di cermin.

Alangkah malang nasib cermin, sudah berbaik hati memberikan pantulan yang persis aslinya, malah dipecah dan disalahkan. Tapi lebih malang lagi nasib orang yang memecah cermin, karena sampai kapan pun tidak akan menyadari kekurangannya dan tetap menyalahkan cermin. Sudah menyalahkan cermin, masih memecahnya pula.

Itu baru soal fisik, belum lagi orang yang buruk perangainya. Buruk rupa, cermin dibelah. Buruk perangai, orang lain yang salah. Ini sama saja, bahkan lebih parah. Orang yang baik akan introspeksi dan memperbaiki diri apabila melakukan kesalahan. Tetapi orang yg jahat akan ribut menunjuk hidung orang lain apabila melakukan kesalahan. Kalau orang yang buruk sifatnya ini diminta introspeksi, ada dua kemungkinan: pertama, tidak mau, atau kedua, mau tapi mengabaikan hasilnya. Namanya juga orang yg bersifat buruk, kalau disuruh introspeksi pasti yang buruk-buruk akan kelihatan jelas. Dia tidak mau menghadapi kenyataan pahit ini, karena itu lebih baik tidak introspeksi. Kalau pun dia mau introspeksi dan melihat begitu banyak sisi buruk dalam dirinya, dia tetap saja mengingkari kenyataan bahwa dirinya orang yang buruk. Hati kecilnya berteriak-teriak memperingatkan dirinya bahwa ada keburukan yang harus diperbaiki, tapi teriakan jujur si hati kecil tak digubris. Untuk menutupi keburukan dirinya, dicarilah orang lain. Orang lain ini akhirnya bernasib sama dengan cermin di awal tulisan ini, yaitu dijadikan perisai untuk menutupi keburukan orang yang buruk.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.